Penerapan Standardisasi dan GRP BSN


Sebagaimana diketahui, Indonesia menjadi anggota WTO pada 1 Januari 1995 sejak meratifikasi UU. No 7 Tahun 1994 tentang Pembentukan dan Pengesahan Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO. Konsekuensi sejak diratifikasinya UU tersebut Indonesia terikat dengan 12 Perjanjian yang ada dalam WTO salah satunya adalah Technical Barrier Barrier to Trade yang mengatur tentang Standar, Regulasi Teknis dan Penilaian Kesesuaian.

Salah satu amanah dalam Perjanjian TBT yaitu regulasi teknis mengarahkan agar regulasi teknis yang disusun, diterapkan harus memperhatikan kaidah-kaidah internasional antara lain mengacu kepada standar, penilaian kesesuaian serta referensi internasional yang telah disepakati Pemerintah. Selain itu, regulasi teknis juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang ada dalam Perjanjian TBT WTO yaitu, non diskriminasi, harmonisasi, ekuivalensi, MRA serta transparansi. 

Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah secara resmi ditunjuk sebagai Enquiry Point (EP) dan Notification Body (NB) untuk penerapan Perjanjian Technical Barrier to Trade (TBT) WTO di Indonesia. Fungsi BSN sebagai EP dan NB adalah menyampaikan notifikasi rancangan/peraturan teknis Indonesia ke WTO, menanggapi notifikasi dari anggota WTO serta mempersiapkan dan mengkoordinasikan posisi Indonesia bersama para pemangku kepentingan terkait untuk isu maupun hambatan teknis lainnya.

Transparansi merupakan hal yang penting, penerapan prinsip transparansi akan memberikan arah kebijakan yang jelas bagi semua pihak termasuk pemerintah maupun dunia usaha. Dengan adanya prinsip transparansi, dunia usaha dapat memprediksi kebijakan yang berlaku di suatu negara maupun sebaliknya. Penyusunan regulasi teknis dengan memperhatikan ketentuan tersebut dapat pula mengurangi hambatan teknis dalam perdagangan (unnecessary obstacle to trade), kepastian usaha, iklim investasi yang kondusif serta mengurangi perpanjangan rantai birokrasi.

Isu Deregulasi dan Debirokratisasi yang merupakan concern Pemerintah sekarang ini, juga terjadi di beberapa negara maju dan berkembang. Negara berkembang seperti Korea telah menerapkan Good Regulatory Practices dan hasil penerapan tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan bagi Pemerintah, dimana saat itu Korea memangkas hampir 80% regulasi yang diterapkan oleh Pemerintahnya. Penerapan GRP diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang berkualitas baik, jelas, konsisten dengan kebijakan lain, mengurangi biaya yang tidak diperlukan, kompatibel dengan akses pasar dan lain-lain.

Di level internasional, isu GRP telah dibahas dalam forum-forum seperti WTO melalui komite TBT, APEC melalui Sub Committtee Standard and Conformance, ASEAN melalui ACCSQ serta fora bilateral lainnya. Eksistensi BSN sebagai focal point TBT WTO di Indonesia dan APEC SCSC diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada Regulator/Lembaga terkait bagaimana menerapkan GRP sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah disebutkan tersebut.

Deregulasi dan debirokratisasi oleh Pemerintah saat ini, salah satu contoh dalam penerapan standar dan penilaian kesesuaian di Indonesia,regulasi teknis yang menghambat perdagangan dengan anggota lain harus diminimalisasi untuk mendorong penguatan ekonomi Indonesia serta memperlancar pembangunan Indonesia menuju yang lebih baik. 70 Tahun Indonesia merdeka harus diperkuat dengan Good Governance yang lebih baik.