Pada tahun 1994 telah disepakatinya perjanjian yang mengatur hak-hak yang terkait dengan Kekayaan Intelektual melalui Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s) sebagai salah satu perjanjian dalam World Trade Organization ( GATT/WTO). Indonesia sebagai anggota WTO harus melaksanakan perjanjian TRIP’s tersebut. Berdasarkan kesepakatan TRIPs - maka seluruh peraturan perundangan Indonesia di bidang HKI harus telah disesuaikan pada tanggal 1 Januari tahun 2000.
Negara maju cenderung memiliki aset kekayaan intelektual, China sebagai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling besar beberapa tahun terakhir memiliki peningkatan aset kekayaan intelektual yang sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara aset kekayaan intelektual dan pertumbuhan ekonomi.
Kontribusi industri pengolahan non-migas terhadap PDB nasional menunjukkan bahwa industri tanpa migas sebesar 20,61% atau yang paling tinggi. Neraca ekspor-impor Hasil Industri Non Migas Pada Periode Januari-Maret 2013 adalah USD -3,89 miliar (neraca negatif). porsi impor bahan baku penolong dan barang modal tahun 2012, pada tahun 2012, impor bahan baku penolong dan barang modal mencapai 93,0% dari total impor Indonesia.
Penilaian daya saing terhadap 144 negara yang dilakukan World Economic Forum (WEF) menggunakan 3 aspek penilaian, yaitu Persyaratan dasar (Basic requirements); Pemacu efisiensi (Efficiency enhancers); dan Inovasi dan kecanggihan (Innovation and sophistication). Peringkat daya saing Indonesia untuk periode 2012-2013 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yakni dari peringkat ke-46 menjadi peringkat ke-50 dari 144 negara. Untuk kawasan ASEAN, peringkat Indonesia masih di bawah Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam dan Thailand.
Adanya korelasi Positif antara HKI dengan pertumbuhan Ekonomi, serta penyelesaian beberapa hambatan yang berdampak pada pemanfaatan Teknologi Paten oleh pelaku usaha / Industri, seperti Royalti bagi Inventor di D.N yang bekerja di Kantor Pemerintahan dan adanya penjaminan resiko terhadap industri Dalam Negeri yang menerapkan inovasi / paten hasil anak bangsa.
Kondisi di Sektor Pertanian
Kementerian Pertanian telah mencanangkan untuk meraih empat sukses: (1) pencapaian dan mempertahankan swasembada pangan; (2) diversifikasi pangan hingga tercapainya ketahanan pangan lestari; (3) meningkatkan nilai tambah produksi pertanian; dan (4) pencapaian kesejahteraan petani. Semua kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi difokuskan ke empat sukses di atas.
Pada tahun 2014 Litbang Pertanian diharapkan menjadi lembaga penelitian dan pengembangan pertanian berkelas dunia dalam menghasilkan dan mengembangkan inovasi pertanian mendukung terwujudnya sistem pertanian industrial berbasis sumberdaya lokal. Penyediaan inovasi teknologi, benih, bibit, pupuk, alsin unggul berdaya saing & kelembagaan IPTEK Pertanian.
Teknologi hasil Badan Litbang Pertanian menghasilkan teknologi unggulan yang terkait dengan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, sumber daya lahan pertanian, mekanisasi pertanian, dan pasca panen pertanian yang berbentuk berbagai varietas, teknologi benih, bibit, peta, rekomendasi kebijakan.
Badan Litbang Pertanian melalui paradigma barunya yakni “research for development” berkomitmen tinggi dengan melaksanakan amanat UU nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dijabarkan dalam PP nomor 20 tahun 2005 tentang kewajibanalih teknologi hasil litbang. Bukti nyata komitment tersebut antara lain dengan ditanda tanganinya Nota Kesepahaman antara Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil teknologi (varietas tanaman) dengan Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (Pusat PVT) tentang Percepatan Pemanfaatan Sistem Pendaftaran Dan Perlidungan Varietas Tanaman hasil pemuliaan Badan Litbang Pertanian pada tanggal 10 Desember 2007, dimana Balai Pengelola Alih Teknologi (Balai PATP) yang berada di dalam struktur organisasi Badan Litbang Pertanian yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya ditunjuk sebagai pelaksana.
Pada saat ditanda tanganinya nota kesepahaman tersebut terungkap fakta berupa data dari Pusat PVT bahwa dari 119 varietas tanaman yang terdaftar di Pusat PVT, hanya 5 varietas tanaman yang berasal dari pemuliaan Badan Litbang Pertanian yaitu : (1). Kenaf Karangploso 15 dari Balittas, Malang (sertifikat PVT telah diterbitkan); (2). Krysan Puspita Kencana dari Balithi; (3). Krysan Puspita Nusa dari Balithi; (4).Jagung Bantimurung 2 dari Balit Sereal Maros; (5).Jagung Bantimurung 3 dari Balit Sereal Maros.
Dalam upaya Perlindungan HKI dan Alih Teknologi Badan Litbang Pertanian yang didasarkan pada Tujuh Indikator Untuk Mengukur Keberhasilan Lembaga Litbang (Kemenristek, 2010) diantaranya Publikasi ilmiah nasional, Publikasi ilmiah internasional, Sitasinya, HKI, Layanan teknologi, Lisensi, dan Spin off. Serta PP No. 48/2012: Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Pertanian. Pasal 2 (1) : Pengguna altek komersial dikenakan royalti. Pasal 2 (2) : Royalti dihitung dari persentase terhadap harga pokok penjualan (hpp). Pasal 2 (3) : Besaran royalti maksimum 10%. Pasal 2 (4) : Diatur dengan Permentan 67 tahun 2012. Pendaftaran perlindungan hak kekayaan industri dan hak cipta juga telah terjadi percepatan, dimana sejak tahun 1996 sampai pertengahan 2007 terdapat 59 invensi yang didaftarkan namun baru 5 invensi terbit sertifikat perlindungannya. Pasca sosialisasi, telah terbit 15 sertifikat perlindungan kekayaan industry (8 Paten dan 7 Hak Cipta) serta telah didaftarkan usulan baru sebanyak 63 invensi ke Direktorat Jenderal HKI.
Kondisi di Sektor Perikanan dan Kelautan
Industrialisasi perikanan dan kelautan bertujuan untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan yang berdaya saing tinggi berorientasi pasar, mempercepat pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan melalui modernisasi sistem produksi dan manajemen, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
Strategi yang dilakukan dalam industrialisasi perikanan dan kelautan adalah (1). Pengembangan komoditas dan produk KP berbasis pasar; (2). Pengembangan kawasan; (3). Pengembangan konektivitas; (4). Pengembangan iklim usaha dan investasi; (5). Pengembangan teknologi dan sumberdaya manusia; dan (6). Penataan sistem manajemen.
Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi diarahkan pada reorientasi arah kebijakan penelitian untuk mendukung kebijakan industrialisasi KP; Penelitian berorientasi pada pengembangan komoditas dan produk unggulan untuk memenangkan kompetisi di pasar global; Penelitian pemulyaan induk dan benih unggulan produktif, cepat tumbuh, dan tahan penyakit; Pengembangan teknologi produksi dan formula pakan ikan berkualitas dan murah, vaksin dan obat-obatan dan sistem pemberantasan hama dan penyakit ikan; Penelitian stok dan pola migrasi ikan, habitat dan trend perubahannya akibat climate change; Pengembangan kelembagaan dan sistem Klinik IPTEK untuk mendukung industrialisasi perikanan; Pengembangan teknologi rantai dingin dengan sistem CSW/RSW; Penelitian teknologi produktif penangkapan ikan, budidaya, dan pengolahan ikan; Pengembangan teknologi peralatan penangkapan ikan, budidaya dan pengolahan ikan; Menyiapkan paket-paket teknologi untuk nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan untuk peningkatan produksi perikanan berkualitas.
Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kelautan dan perikanan. Kompleksitas urusan perikanan dan kelautan serta luas wilayah Republik Indonesia tidak dapat dipungkiri harus ada upaya penyelesaian baik melalui riset dan pengembangan serta usaha lainnya. Kegiatan riset dan pengembangan baik yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan serta Eselon I lainnya secara otomatis akan melahirkan suatu hak atau banyak hak kekayaan intelaktual. Dari bebagai kegiatan riset ataupun pengembangan minimal akan melahirkan suatu laporan yang pasti memiliki hak kekayaan intelektual. Kegiatan-kegiatan penulisan karya ilmiah baik oleh peneliti, perekyasa, dan teknisi litkayasa terutama dalam bentuk buku yang bersifat komersial sanat berpotensi untuk didaya gunakan oeh Sentra HKI. Tapi yang menjadi pertanyaan apakah selama ini Sentra HKI memilki data potensi untuk menentukan target pengelolaan ke depan.
Sejak Tahun 2000 sampai saat ini, baru 22 permohonan paten yang diajukan. Dari angka itu, menghasilkan 4 hak paten di bidang perikanan dan kelautan. Sementara itu, untuk mempermudah proses pengajuan hak paten, Balitbang KP membentuk sentra HKI yang bertujuan mempercepat proses paten. Padahal, potensi HKI cukup tinggi karena dapat dilihat dari jumlah fungsional yang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jumlah Fungsional Peneliti sebanyak 383 orang, perekayasa sebanyak 142 orang , dan teknisi penelitian dan perekayasaan sebanyak 215. Apabila setiap 20 orang mengahsilkan 1 paten per tahun, maka akan terdapat sekitar 37 usulan hak paten per tahun.
Kondisi di Sektor Koperasi dan UKM
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah memprioritaskan pendampingan pengurusan hak kekayaan intelektual kepada UKM berorientasi ekspor. Ini karena mereka kerap kali mendapat tekanan dari importir yang mensyaratkan sejumlah ketentuan, termasuk ketentuan terkait dengan HKI. Banyak kejadian ekspor UKM Indonesia ditolak karena tidak mampu memenuhi ketentuan yang ditetapkan importir. Ketentuan dimaksud antara lain menyangkut jaminan tidak digunakannya barang berbahaya, tidak merusak lingkungan, dan proses produksinya tidak mengeksploitasi tenaga kerja anak. Ditambah dengan ketentuan menyangkut HKI, kombinasi persyaratan tersebut kerap menekan UKM berorientasi ekspor.
Minimnya tingkat pengurusan HKI di kalangan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari komposisi struktur sektor tersebut. Berdasarkan data Kemenkop dan UKM, jumlah UMKM di Indonesia tercatat 55,206 juta unit atau 99,99 persen dari total pelaku usaha yang jumlahnya 55,211 juta unit. Dari 55,206 juta UMKM tersebut, sebanyak 54,559 unit atau 98,82 persen di antaranya merupakan usaha mikro dengan aset maksimal Rp 50 juta dan omzet per tahun maksimal Rp 300 juta.
HKI sangat diperlukan dalam meningkatkan kompetensi dan daya saing KUKM sebagai bagian dalam upaya mengedukasi dan memperluas wawasan bisnis. KUKM harus memunculkan dan mendaftarkan merek atau brand produk yang dihasilkan agar produk mereka bisa terlindungi. Program ini bertujuan merangsang para peneliti dan pelaku UKM untuk menciptakan produk yang inovatif dan dapat berguna bagi masyarakat..
Pengurusan hak paten, hak cipta, dan merek ke Kementerian Hukum dan HAM menghabiskan banyak biaya dan lambat. Keberadaan Koperasi HaKI untuk memfasilitasi pengurusan dan pada awal pengurusan bebas biaya tetapi untuk perpanjangan baru dikenakan biaya. Selain itu, koperasi nantinya juga berperan untuk memberikan pembinaan kepada pelaku UKM baik di sektor manajemen usaha maupun pengembangan produknya.
Produk UKM tidak hanya dapat dilindungi mereknya, tetapi produk yang dihasilkan dapat lebih baik dari sebelumnya. Begitu juga dengan produk yang dihasilkan para peneliti dapat diperbaiki dan berguna bagi masyarakat. Sudah banyak produk yang dihasilkan oleh peneliti belum diketahui masyarakat dan harus dilindungi hak ciptanya seperti produk pengupas biji pinang basah dan pengupas kelapa.
Kementerian Koperasi dan UKM telah memberikan pendampingan dan bantuan sertifikasi HKI kepada kalangan usaha mikro kecil menengah (UMKM) industri kreatif. Sudah sebanyak 917 UMKM telah mendapat sertifikat merek dagang, desain industri, dan paten yang tersebar di 26 provinsi. dari total 1412 jenis HKI yang diberikan dukungan dan fasilitasi.
Kondisi di Sektor Lingkungan Hidup
Menteri Lingkungan Hidup menghadiri inisiasi penandatanganan Perjanjian Kerjasama (MoU) tentang Penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan di Indonesia atau Inisiatif “10 Years Sustainable Consumption and Production” (SCP). Perjanjian kerjasama ini merupakan salah satu langkah konkrit penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan akan meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap berbagai barang/jasa dan teknologi yang ramah lingkungan. Hal tersebut akan memungkinkan peningkatan pengadaan barang/jasa ramah lingkungan di pihak pemerintah dan swasta, serta peningkatan gaya hidup hijau di masyarakat. Berbagai inovasi dan investasi baru dalam kegiatan produksi dan konsumsi yang ramah lingkungan akan memperoleh dorongan yang kuat dari segenap pemangku kepentingan. Manfaat selanjutnya adalah membawa kemajuan lingkungan, ekonomi, sosial, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan penting bagi Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta, tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi per tahun, pertumbuhan kelompok usia produktif dan kelompok berpenghasilan menengah, dan menuju menjadi salah satu kekuatan ekonomi global baru. Penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan menjadi fundamental untuk menjaga daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan hidup, menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan adanya perubahan konkrit dan mendasar tersebut, maka dampak perubahan bagi masyarakat, ekonomi dan lingkungan hidup juga akan besar. Hal inilah yang memungkinkan untuk melakukan ekonomi hijau dan menuju pembangunan berkelanjutan. Beberapa program KLH, Instansi terkait dan KADIN yang telah ada sangat berkaitan dengan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan, dan menjadi investasi dalam pelaksanaan Kerangka Kerja 10 Tahun SCP Indonesia. Program tersebut termasuk: PROPER, CSR, 3R (Reduce, Re-use, Recycle), dan gaya hidup hijau. Kerangka Kerja tersebut akan meningkatkan sinergi antar pihak.
Kondisi di Sektor ICT
Industri telekomunikasi di Indonesia dewasa ini berkembang dengan sangat cepat merespon potensi pasar yang juga sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat serta wilayah yang luas merupakan pasar sekaligus tantangan bagi industri telekomunikasi Indonesia. Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha layanan telekomunikasi yang terus meningkat. Salah satu indikator yang menunjukkan perkembangan dan dinamika industri telekomunikasi adalah jumlah dan pertumbuhan pelanggan telekomunikasi.
Penyelenggara telekomunikasi Indonesia berkembang dengan sangat cepat merespon potensi pasar yang juga sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat serta wilayah yang luas merupakan pasar sekaligus tantangan bagi indstri telekomunikasi Indonesia. Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha layanan telekomunikasi yang terus meningkat. Namun berbeda dengan negara lain dimana pelaku usaha penyelenggara telekomunikasi tidak terlalu banyak, industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha penyelengara telekomunikasi yang banyak. Hal ini tidak lepas dari kebijakan persaingan bebas yang diterapkan serta keterbukaan dalam penanaman modal di Indonesia termasuk dalam bidang telekomunikasi khususnya telekomunikasi seluler.Disisi lain, jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas dan berbentuk kepulauan merupakan pasar yang sangat potensial bagi industri telekomunikas.
Program dukungan penelitian dan pengembangan produk telekomunikasi dilakukan karena kemajuan industri ICT di Indonesia lebih berperan menjadi pendorong ekonomi konsumsi daripada ekonomi produksi. Perangkat ICT buatan Indonesia hanya mengisi pasar sebesar 0.8% dan neraca perdagangan peralatan telekomunikasi mengalami defisit sebesar US$ 1,6 Milyar. Program tersebut membawa dampak yang sangat positif sebagai trigger dalam empowering industri dalam negeri yaitu : (1) telah membantu mendorong terbentuknya ekosistem dan menghasilkan SDM yang berpengalaman dalam industry; (2) mensupport beberapa peralatan testing yang mendukung penelitian dan pengembangan teknologi bagi akademisi, instansi dan IDN; (3) Menurunkan entry barrier industri atas produk lokal, meski masih terdapat gap antara hasil produk penelitian dengan pangsa pasar produk telekomunikasi; (4) Memberdayakan akademisi untuk melakukan penelitian dan menghasilkan inovasi-inovasi perangkat telekomunikasi baru dengan harapan hasil penelitian tersebut dapat diserap industri dalam negeri.
Program dukungan lainnya adalah BROMO, BROadband Made in indOnesia, yaitu perangkat wireless broadband generasi ke-empat (4G) yang dapat memberikan layanan komunikasi dan internet yang murah dan berkualitas. Hasil assesmen TKDN sementara menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) design mencapai hampir 95%. Pada saat ini, BROMO, sudah mulai dimanfaatkan oleh Puskesmas Babakan Sari di Bandung untuk mendukung aplikasi "Resep Elektronik" (e-Prescription) yang dikembangkan oleh Kelompok Keilmuan Biomedika STEI ITB.
Kondisi di Sektor Kesehatan
Permenkes (2013), tentang 23 penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah termasuk dalam sistem surveilans dan program ketanggapdaruratan di Indonesia. Sistem Kesehatan sebagai suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya.
Isu-Isu kesehatan 2010-2014 diantaranya adalah (1) Terbatasnya aksesibilitas pelayanan kesehatan pada kelompok penduduk miskin à status gizi dan kesehatan penduduk miskin rendah; (2) Tingginya tingkat kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular/beban ganda penyakit; (3) Penyakit menular terutama TB, Malaria, HIV, DBD dan Diare; sedangkan PTM adalah jantung, diabetes, hipertensi dan kanker; (4) Beban pembiayaan kesehatan masih tinggi; (5) Terbatasnya Nakes dan distribusinya yang tidak merata; (6) Belum optimalnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat esensial, penggunaan obat tidak rasional. Sebagian besar bahan baku obat masih diimpor sedangkan penggalian potensi obat tradisional sangat terbatas; (7) Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan melalui perilaku masyarakat yang mendukung pola hidup sehat dan bersih; dan (8) Masih terbatasnya kemampuan manajemen dan informasi kesehatan, termasuk penelitian dan pengembangan (litbang) kesehatan.
Indonesia mendaftarkan 5,4% dari seluruh paten yang didaftarkan di Dirjen HKI dari tahun 2005 sampai dengan 2011. Indonesia mendaftarkan 3,4% paten dari 88 paten anti-hipertensi; 4,8% paten dari 251 paten anti-diabetes; 21,1% dari 18 paten anti-malaria; 7,1% dari 14 paten anti-tuberkulosis. Dari seluruh paten yang didaftarkan, 9,1% merupakan paten obat ekstrak herbal atau komposisinya, 60% diantaranya didaftarkan oleh Indonesia.
Untuk mendukung peningkatan kesehatan nasional yang dapat dipatenkan, maka dibuat usulan tema riset unggulan antara lain : Pengembangan Vaksin, Pengembangan Obat dan Obat Baru; Pengembangan Kit Diagnostik; Pengembangan Biosimilar; Pengembangan Nutrisi Fungsional; dan Pengembangan Alat Kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar