RPMK Penugasan Khusus Pemerintah kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)


Pusat Pengelolaan Fiskal BKF Kementerian Keuangan, melakukan sosialisasi RPMK Penugasan Khusus Pemerintah kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang LPEI Pasal 18 Ayat (2). 

Pokok-pokok yang diatur dalam RPMK Penugasan Khusus Pemerintah kepada LPEI ini antara lain tata cara pengajuan usul program ekspor nasional dari kementerian dan lembaga, sumber dana, denda, provisi penjaminan, premi asuransi, penggantian kerugian, dan pembayaran. Penugasan Khusus yang dimaksud UU Nomor 2 Tahun 2009 adalah penugasan yang diberikan Pemerintah kepada LPEI untuk menyediakan pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program ekspor nasional.

Penugasan khusus ini dilakukan untuk mengantisipasi apabila pihak perbankan, lembaga keuangan non bank dan lembaga asuransi tidak dapat melakukan fungsinya untuk memberikan pembiayaan, jaminan dan asuransi ekspor produk dan jasa ke Negara tertentu. Pemberian fasilitas jaminan untuk menanggung pembayaran kewajiban keuangan pihak terjamin adalah sebesar kewajiban perikatan perjanjian kredit kepada LPEI. Pembiayaan dimaksud terdiri dari modal kerja, kredit investasi, dan kredit bagi pembeli di luar negeri; Penjaminan dimaksud adalah penjaminan kredit ekspor dan gagal bayar; dan Asuransi dimaksud adalah asuransi atas gagal bayar.

Penugasan khusus ini berupa program National Interest Account (NIA) yaitu kebijakan Pemerintah untuk mendukung ekspor nasional yang bersifat non viable secara komersial, namun sangat diperlukan untuk menjaga nilai ekspor. Salah satunya untuk kebutuhan penjaminan dan asuransi untuk ekspansi ke pasar non tradisional yang masih terkendala risiko politik dan keamanan nasional, misalnya bila ada produk baru yang akan didorong dan ada tujuan baru ke Afrika. 

Melalui program NIA, pemerintah menerapkan suatu proyek atau transaksi khusus untuk mendorong peningkatan ekspor yang merupakan kebijakan strategis baik langsung oleh LPEI maupun lintas sektoral dari beberapa Kementerian / Lembaga terkait. NIA seyogyanya merupakan proyek flagship yang memberikan stimulus pada program ekspor Nasional dengan mempertimbangkan core competitiveness, multiplier effect ekonomi dan channeling produk unggulan Indonesia di pasar ekspor.

Dalam rangka menilai, memonitor dan mengevaluasi Usulan Penugasan Khusus kepada LPEI, Menteri Keuangan membentuk Komite Penugasan Khusus. Komite Penugasan Khusus merupakan lembaga pengontrol terhadap Usulan Penugasan Khusus dari Kementerian/Lembaga (K/L) agar sesuai dan memenuhi kriteria Penugasan Khusus yang sejalan dalam pengembangan ekspor nasional. Wewenang komite adalah meminta data dan informasi, serta memberikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan terkait pelaksanaan Penugasan Khusus kepada LPEI.

Ngobrol tentang Pemanfaatan Paten Public Domain


Bicara tentang Paten, maka kita tidak akan bisa melepaskan dari kontak persaingan atau dunia bisnis. Tentu saja, didalam dunia bisnis pasti ada persaingan. Nah persaingan itu sendiri didalam paten ini belum banyak dipahami oleh publik bagaimana hubungan daya saing dengan paten. Mungkin selama ini dipahami kalo poduk itu berkualitas bagus dan unggul maka daya saingnya akan lebih bagus, namun paten ini ternyata punya daya saing yang sangat menentukan sekali. Bahkan bisa menstop produk2 yang sudah ada diproduksi atau komersialkan disuatu negara. Dengan adanya paten ini maka bisa saja sebuah produsen akan ditutup, bahkan klo diajukan ke masalah hukum bisa mengganti rugi kerugian yang dialamai oleh yang punya paten. Dengan demikian daya saing yang diberikan oleh paten bukan saja bentuk pemahaman ttg produk yang berkualitas unggul, ternyata produk kita dapat bersaing pula dari segi hukumnya. Sehingga paten produk yang ada sudah memiliki perlindungan hukum secara legal ini dapat mendapat kesempatan masuk ke pasar.

Permasalahan persaingan usaha muncul ketika produk2 dari luar yang beredar telah membanjiri pasar lokal dengan harga lebih murah dan juga telah didaftarkan HKI nya. Seandainya saja, kalo diawal punya perlindngan hukum terhadap produk2 HKI kita, maka produk dari luar tsb, misal Cina, itu akan tertutup/ tidak bisa masuk di Indonesia (bahkan bisa digugat, jenis produk sama dengan produk ditanah air kita). Berdasarkan kondisi tersebut, maka sangat diperlukan suatu wadah atau lembaga yang bisa memberikan sosialisasi kepada Usahawan UKM tentang pentingnya perlindungan produk-produk UKM sehingga bisa bersaing, serta cara2 pemanfaatan sistem HKI atau sistem PATEN guna meningkatkan jumlah dan kualitas produk2 HKI kita. 

Fakta HKI di lapangan ditemukan bahwa pada banyak negara yang memiliki SDM berbasis HKI jauh lebih makmur, dibanding negara2 yang memiliki SDA, serta sangat terbatas memiliki SDM. misal: Negara Swiss tidak punya SDA tetapi makmur oleh karena kepemilikan SDM yang handal berbasis HKI (hasil olah pikir manusia). Dengan demikian, mungkin perlu kita mencoba mendiskusikan apanya yang keliru dalam hal ini, mungkin karena miskinnya produk2 HKI yang bahkan sudah go internasional atau mungkin perlu kita pradigma baru bagaimana kita menempatkan SDM berbasis HKI menjadi prioritas untuk pembangunan SDM Indonesia. Memasukkan HKI kedalam dunia Pendidikan adalah salah satu alternaif solusi mendukung kebijakan bisnis di Indonesia, serta sosialisasi dini kepada kepada Inovator teknologi/peneliti/pencipta agar hasil invensinya tidak dipalsukan dan siap dikomersialkan. Khusus dalam menghadapi Pasar bebas dalam rangka mendorong tumbuhnya produk2 HKI kita yang dilindungi secara hukum. 

Adanya pergeseran paradigma bahwa yang awalnya kita menciptakan produk2 baru berkualitas, dan ternyata perlindungan hukum produk2 kita tidak ada/tidak pernah didaftarkan HKI atau Patennya. Dan apabila pada kemudian hari, ada produk dari luar yang telah mendapatkan perlindungan hukum, maka tentu produk yang legal demi hukum tsb akan menguasai pasar. Contoh: batik printing dari Cina itu sudah menguasai pasar kita (karena produk2 china lebih murah dan cepat mendatangkan uang) artinya bahwa faktor mendapatkan keuntungan menjadi daya tarik tersendiri dibanding dengan menciptakan produk2 kreasi baru berbasis HKI, belum lagi proses produksi yang panjang. 

Secara umum, ditemukan bahwa perekonomian dunia (70%) dikuasai oleh aset harta benda tak bergerak/tak berwujud/ intangible dan yang paling dominan adalah aset HKI (paten, desain industri, merk, hak cipta, dll). Paten digunakan sebagai alat untuk mendorong kesinambungan riset, katalisator untuk teknologi baru dan bisnis, serta alat untuk menguasai pasar atau perdagangan, demikian juga sebagai indikator perkembangan teknologi, tingkat inovasi, kemandirian teknologi/industri suatu negara.

Kondisi terkini ttg paten di Indonesia, menurut Marvel (2013) bahwa permohonan paten hingga saat ini kurang lebih 90.000 sedangkan yang sudah diberikan paten (sertifikat) sejumlah 35.000. Tercatat bahwa 94,5% paten berasal dari luar negeri yang diberi sertifikat, serta hanya 5,5% saja HKI dari domestik, dan yang bisa dikomersialkan hanya kurang dari 1% saja. Untuk paten yang sudah public domain berjumlah 40.000 (sebagian besar berasal dari luar negeri), dimana paten ini sudah menjadi milik publik dan tidak mendapatkan perlindungan hukum lagi oleh negara. Adapun alasan sdh jadi public domain yakni (1) Sudah ditarik kembali sebelum mendapatkan sertifikat paten baik oleh pemohon, pihak examiner HKI karena tdk memenuhi persyaratan formalitas atau substantif; (2) sudah habis masa perlindungan hukumnya; (3) paten yg sdh dibatalkan: 3.a) batal atas permintaan sendiri, (3.b) paten yang batal demi hukum, oleh karena 3thn berturut-turut tidak bayar biaya tahunan. Paten luar negeri yang tdk mendaftarkan patennya dan tidak mendapatkan perlindungan hukum di Indonesia termasuk paten yg sdh public domain ini dapat dimanfaatkan, tanpa ada konsekuensi hukum, dan kemudian dilakukan inovasi kembali untuk menjadi suatu invensi baru di Indonesia.

Dalam memanfaatkan paten2 yang sdh public domain diperlukan wadah/lembaga yang mengakomodir keperluan dan kepentingan tiap2 sektor. Perlu disiapkan TIMNAS untuk memonitor, termasuk produk2 HKI atau paten yang benar2 telah dilaksanakan dan tidak dilaksanakan. Mengingat, sepanjang sejarah terbitnya UU Paten ini ada, hingga sekarang kita tidak pernah tahu siapa yang memonitor, mengawasi, serta memberikan sanksi terhadap kewajiban pelaksanaan UU tsb di Indonesia. Jika ada pelanggaran terhadap HKI, saat ini sudah ada direktorat Penyidikan. Akan tetapi Indonesia, belum punya wadah/lembaga khusus yang mengawasi atau memonitor pelaksanaan paten oleh produsen2 (utamanya dari negara maju) sesuai amanat UU paten. Guna melengkapi adanya TIMNAS PENANGGULANGAN PELANGGARAN HUKUM HKI, maka dalam rangka menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan HKI serta untuk lebih mendorong kreatifitas, inovasi, kegiatan usaha dan industri, maka pembentukan TIMNAS PELAKSANAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL sangat diperlukan.

Adapun fungsi dan peran lembaga TIMNAS PELAKSANAAN HKI antara lain diusulkan sebagai berikut: (1) untuk mengkoordinasikan pelaksanaan HKI di Indonesia, (2) merumuskan kebijakan nasional pelaksanaan HKI; (3) menetapkan langkah-langkah nasional yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan HKI; (4) mengkaji dan menetapkan langkah-langkah strategis mengenai pelaksanaan HKI, termasuk pelaksanaan sesuai tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing anggota; (5) melakukan koordinasi dalam sosialisasi dan pendidikan di bidang HKI guna pelaksanaan HKI kepada instansi, lembaga terkait dan masyarakat melalui berbagai kegiatan; (6) mengadakan dan meningkatkan kerjasama secara bilateral, regional maupun multilateral dalam rangka pelaksanaan HKI.

Pertanyaannya adalah, kapan timnas tersebut dibentuk dan berjalan dengan efektif??

KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH BIDANG PEMBIAYAAN

KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN  KOPERASI, 
USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH 
BIDANG PEMBIAYAAN

Disampaikan pada acara :
Rapat Kelompok Kerja (POKJA) Pembinaan dan 
Pengembangan UMKM di Daerah Tertinggal
Jakarta, 30 Oktober 2012

DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN
KEMENTERIAN KUKM















Peningkatan Daya Saing Melalui Penciptaan Keunggulan Produk Usaha Kecil Menengah Dalam Menghadapi Pasar Bebas

Era globalisasi ditandai dengan mulainya perdagangan bebas di hampir diseluruh negara. Perdagangan bebas yang diterapkan di Indonesia dimulai dengan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA), border trade dan pasar regional Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMTGT), Singapura Johor Riau (SIJORI) dan Brunai Indonesia Malaysia PhilipinaEast Asia Growth Ares (BIMP-EACA), serta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MAE) 2015.
Perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan China dalam skema ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) didasarkan pada perjanjian komprehensif kerjasama ekonomi ASEAN China tahun 2002.  Sedangkan MAE adalah bentuk Integrasi Eakonomi ASEAN yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2015. Apabila MAE tercapai, maka ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa investasi, dan tenaga terampil yang bebas, serta arus modal yang lebih bebas diantara Negara ASEAN.
Perdagangan bebas berdampak pada beredarnya barang-barang produk negara tetangga dan China yang ditengarai memiliki daya saing  dibandingkan produk kita dimana harga produknya murah dengan kualitas yang sama atau lebih baik. Luasnya wilayah Indonesia, hambatan tarif dan non tarif terkait ketentuan kesehatan, Iingkungan, standarisasi, dan persyaratan lainnya mengakibatkan mahalnya biaya produksi dan distribusi, sehingga daya saing produk Indonesia menjadi rendah. Banyaknya hambatan dalam pengembangan industri nasional mengakibatkan rendahnya produktivitas dan lemahnya daya saing produk nasional khususnya UKM. Perdagangan bebas berimbas pada kelesuan pasar dalam negeri karena masyarakat Indonesia lebih memilih dan tertarik terhadap produk luar dari pada produk UKM lokal. Hal ini disebabkan masih rendahnya daya saing produk UKM Indonesia dibandingkan dengan produk luar.
Dengan adanya persetujuan kesepakatan perdagangan dunia, maka aliansi perdagangan dituntut untuk dapat bertarung dalam persaingan tersebut. Hal ini dilakukan untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif dari sumber daya yang dimilikinya, bukan hanya mengandalkan keunggulan komparatif yang selama ini menjadi strategi negara-negara di dunia dalam bersaing, namun juga dapat diwujudkan dengan memproduksi barang dan jasa yang berkualitas.
Ada empat aspek pengembangan daya saing UKM di Indonesia. Pertama, mengembangkan perekonomian yang berorientasi global dengan membangun keunggulan kompetitif melalui peningakatan modal insani (human capital). Kedua, memberdayakan UKM dengan cara dan teknik produksi yang inovatif agar bisa menjalankan kegiatan produksi secara efisien, menekan biaya produksi dan berdaya saing tinggi. Ketiga, pengembangan UKM dengan menggunakan pendekatan yang tepat yaitu melalui sistem clustering, yaitu program peningkatan daya saing dengan cara mengembangkan klaster-klaster atau sentra-sentra. Keempat, membangun jaringan kerjasama yang lebih luas baik dengan pemerintah, usaha besar dan pihak asing sehingga UKM bisa bergerak lebih efisien dan efektif baik dalam pengadaan sumberdaya, dalam kegiatan produksi, pemasaran maupun dalam memanfaatkan peluang-peluang bisnis dengan pihak lain.
Berdasarkan penelitian The Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) pada tahun 2007, UKM di Indonesia sangat optimis untuk terus dikembangkan karena sekitar 54% pengusaha UKM di Indonesia mempunyai niat untuk menambah investasi pengembangan bisnis dan 71% atau mayoritas UKM Indonesia tidak memiliki rencana untuk melepas karyawan mereka pada tahun ini. Bahkan, 23% dari mereka ini masih berencana menambah jumlah karyawannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa UKM di Indonesia merupakan barometer dari kesehatan ekonomi suatu negara. Penelitian ini lebih menegaskan kembali bahwa UKM di Indonesia telah menunjukkan perannya dalam penciptaan atau pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Basri (2003), UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
Namun untuk menghadapi perdagangan bebas, UKM dituntut untuk melakukan perubahan guna meningkatkan daya saingnya agar dapat terus berjalan dan berkembang. Salah satunya adalah dengan cara menciptakan keunggulan produk UKM. Penciptaan keunggulan produk UKM diantaranya menerapkan SNI, melakukan branding inovatif, packaging yang menarik dan praktis, labeling informatif, pendaftaran HKI, dan ramah lingkungan. Penerapan keunggulan produk UKM diharapkan manjadikan UKM  yang memiliki daya saing global, yaitu UKM yang mampu menjalankan operasi bisnisnya secara reliable, seimbang, dan berstandar tinggi.

Daya Saing
Daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempertahankan pangsa pasar. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh faktor suplai yang tepat waktu dan harga yang kompetitif. Secara berjenjang, suplai tepat waktu dan harga yang kompetitif dipengaruhi oleh dua faktor penting lainnya, yaitu fleksibilitas (kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap keinginan konsumen) dan manajemen differensiasi produk. Begitu pula halnya dengan fleksibilitas dan differensiasi produk dapat dicapai sepanjang adanya kemampuan untuk melakukan inovasi dan adanya efektivitas dalam sistem pemasaran.
UMKM yang berdaya saing tinggi dicirikan oleh: (1) kecenderungan yang meningkat dari laju pertumbuhan volume produksi, (2) pangsa pasar domestik dan atau pasar ekspor yang selalu meningkat, (3) untuk pasar domestik, tidak hanya melayani pasar lokal saja tetapi juga nasional, dan (4) untuk pasar ekspor, tidak hanya melayani di satu negara tetapi juga banyak negara. Dalam mengukur daya saing UMKM harus dibedakan antara daya saing produk dan daya saing perusahaan. Daya saing produk terkait erat dengan daya saing perusahaan yang menghasilkan produk tersebut. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur daya saing sebuah produk diantaranya adalah: (1) pangsa ekspor per tahun (% dari jumlah ekspor), (2) pangsa pasar luar negeri per tahun (%), (3) laju pertumbuhan ekspor per tahun (%), (4) pangsa pasar dalam negeri per tahun (%), (5) laju pertumbuhan produksi per tahun (%), (6) nilai atau harga produk, (7) diversifikasi pasar domestik, (8) diversifikasi pasar ekspor, dan (9) kepuasan konsumen (Tambunan, 2008a).
Dalam konteks untuk meningkatkan daya saing UMKM di Indonesia ada hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah. Tugas pemerintah adalah menghilangkan segala hambatan yang bersifat artificial terhadap pertumbuhan UMKM, untuk itu kebijakan pemerintah harus bersifat netral terhadap semua jenis atau skala usaha, dan menerapkan kebijakan proteksi terhadap usaha-usaha skala kecil yang baru tumbuh, namun jangka waktunya harus jelas dan tidak lama serta kebijakan ini harus bersifat pembelajaran (Tambunan, 2008b).

Keunggulan Produk UKM
Melihat besarnya peranan UKM nasional dalam perekonomian, kiranya semua pihak harus senantiasa melakukan upaya-upaya penguatan UKM agar bisa meningkatkan produktivitas dan kualitasnya agar berdaya saing, sehingga lebih siap menghadapi pasar bebas. Konsumen lebih jeli dan leluasa dalam memilih produk yang diinginkan. Pada gilirannya bahwa produk yang kreatif, inovatif dan berkualitaslah yang mampu bertahan di tengah perdagangan bebas. Bagi produsen Indonesia, perdagangan bebas memberikan pelajaran akan pentingnya kualitas yang akan meningkatkan produktivitas dan daya saingnya, disamping meminimalisir praktek monopoli.
Guna dapat memanfaatkan peluang dan potensi pasar, maka produk yang dihasilkan UKM haruslah memenuhi kualitas dan standar yang sesuai. Dalam kerangka itu, maka UKM harus mulai difasilitasi dengan kebutuhan kualitas dan standar produk yang dipersyaratkan. Peranan dukungan teknologi untuk peningkatan kualitas dan produktivitas serta introduksi desain kepada para pelaku UKM yang ingin memanfaatkan pasar perlu segera dilakukan. Oleh karena itu, perlu kebijakan yang nyata dari pemerintah daerah untuk meningkatkan produknya dengan daya saing tinggi, diantaranya menerapkan SNI, melakukan branding inovatif, packaging yang menarik dan praktis, labeling informatif, pendaftaran HKI, dan ramah lingkungan.
a.      SNI (Standar Nasional Indonesia)
Saat ini, produk yang terstandarisasi semakin penting, atau dapat dikatakan menjadi suatu keharusan. Standarisasi produk menjadi penentu kualitas dari suatu produk. Dengan label SNI tersebut diharapkan produk mereka mempunyai kualitas nasional sehingga mampu bersaing dengan produk serupa yang ada di pasar. Dengan mencanangkan logo SNI maka kualitas produk UKM terjamin dan ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing produk mereka. Hingga saat ini ada 9.410 SNI yang telah diberikan BSN untuk beragam produk yang ada di Indonesia. Pada era perdagangan bebas AFTA standarisasi tersebut sangat penting mengingat membanjirnya beragam produk kualitas produk sangat menentukan agar bisa bersaing. SNI kualitas dari produk akan terjamin dan bisa meningkatkan kepercayaan konsumen untuk produk yang dihasilkan. Selain melalui mekanisme pengujian kualitas produk yang ber SNI juga akan diuji berkala setiap 6 bulan untuk memastikan kualitas dari produk tersebut
b.      Branding
Brand adalah merek yang dimiliki oleh suatu usaha perdagangan barang atau jasa, sedangkan branding adalah kumpulan kegiatan komunikasi yang dilakukan dalam rangka proses membangun dan membesarkan brand, atau sebuah konsep pemasaran yang digunakan untuk menciptakan kesadaran yang lebih besar dari suatu usaha. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, ataukombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan sesuatu yang dapat diidentifikasi oleh pembeli dan penjual sehingga menciptakan nilai bagi keduanya.
Kendala klasik bagi pertumbuhan UKM adalah masalah pemasaran. Meski sebuah produk UKM memiliki kualitas yang bagus, namun sering mengalami kendala saat dipasarkan. Salah satu yang membuat produk UKM kurang mendapat kepercayaan dari pasar adalah tidak adanya Merek atau brand pada produk tersebut. Hal ini nampaknya tidak disadari oleh para pelaku UKM. Para pelaku UKM hanya terfokus pada produk, penetapan harga dan hal-hal lain yang berorientasi pada penjualan. Bagi sebagian kalangan membangun sebuah brand belumlah menjadi prioritas.
Saat ini masih banyak yang beranggapan bahwa branding identik dengan industri berskala besar .Mereka juga belum menyadari bahwa brand adalah salah satu aset penting dalam sebuah perusahaan. Banyak persepsi yang timbul bahwa branding membutuhkan biaya yang besar, oleh sebab itu pemilik UKM lebih memilih untuk mengalokasikan modalnya untuk sektor riil, seperti meningkatkan kapasitas produksi, penambahan bahan baku dan lain sebagainya. Namun sebenarnya branding sebenarnya adalah sebuah investasi. Jika proses branding diterapkan secara efektif dan efisien,pada akhirnya akan memberikan keuntungan dalam jangka panjang. Brand bisa dianalogikan sebagai sebuah identitas. Tanpa identitas yang kuat dan jelas, sebuah usaha tidak akan dikenal oleh target marketnya. Di lain sisi,baik buruknya identitas sebuah brand terbentuk dari apa yang diterapkan oleh stakeholder-nya sendiri. Sebuah brand dikatakan baik apabila merek tersebut dapat membentuk ikatan emosional yang kuat dengan pelanggannya.
Keuntungan lain memanfaatkan branding adalah apabila persepsi pada sebuah brand tinggi, maka value yang dihasilkan pun akan berbanding lurus. Hal ini akan membantu UKM dalam membangun citra positif dan terkesan profesional. Di sisi lain hal tersebut juga akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk dan jasa yang ditawarkan. Sebagai contoh, sebuah keluarga memilih untuk menggunakan hanya satu merek pasta gigi yang terus direkomendasikan dari generasi ke generasi.
c.       Packaging
Packaging atau kemasan adalah suatu teknik industri dan pemasaran yang digunakan untuk melindungi, mengidentifikasi dan menyegel produk konsumen yang didistribusikan /dipasarkan. Daya tarik suatu kemasan sangatlah penting untuk menarik minat konsumen dan mempengaruhi tindakan konsumen baik secara sadar maupun tanpa disadari. Selain itu desain suatu kemasan yang optimal mampu memberikan impresi spontan dan langsung atas tindakan konsumen di tempat penjualan, karena tujuan akhir dari desain kemasan adalah menciptakan penjualan.
Produsen kini menyadari bahwa kemasan bukan lagi sekedar membungkus dan melindungi produk. Persaingan yang ketat dan sesaknya produk di rak-rak supermarket atau hypermarket memaksa produsen berpikir bahwa selain untuk menarik perhatian konsumen, kemasan mempunyai kekuatan untuk menjelaskan produk dan membantu meningkatkan penjualan. Kemasan kini menjadi media komunikasi. Melalui kemasan produsen dapat berkomunikasi dengan konsumen dan menjelaskan segala sesuatu tentang produk kepada konsumen.
Kemasan merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan dan memelihara asosiasi, image tertentu, dan kualitas produk. Aqua ukuran 250 ml misalnya, desain botolnya anggun dan bahannya yang bening bak kristal menimbulkan image bahwa produk itu premium. Lebih dari itu, kemasan tidak lagi sekedar simbol dari suatu produk tapi juga mengekspresikan suatu identitas, sebagai cermin yang memantulkan kepribadian sebuah produk atau merek. Kemasan mengatakan banyak hal dan kemasan itu sediri mungkin jauh lebih penting untuk pengenalan kepada konsumen ketimbang nama. Konsumen mungkin benar-benar mengenali suatu produk dari warna, desain dan bentuk. Ia merupakan platform yang perlu terus menerus dimantapkan untuk memperkuat posisi sebuah merek. Kemasan merupakan elemen yang penting dalam pemasaran semua jenis produk. Bisa dibilang, packaging adalah perpanjangan dari promosi. Packaging juga bisa membuat brand awareness (Top of Mind Brand). Terus-menerus diperbaharui dan desain kemasan yang eye catching merupakan suatu cara untuk memperkuat posisi brand dan membuat menonjol di rak. Ketika mendesain suatu kemasan, designer mempunyai pikiran jauh ke depan yaitu bagaimana caranya ia bisa membuat konsumen terpikat, membeli dan membeli lagi.
d.      Labelling
            Label adalah sejumlah keterangan pada kemasan produk. Secara umum, label minimal harus berisi nama atau merek produk, bahan baku, bahan tambahan komposisi, informasi gizi, tanggal kedaluwarsa, isi produk, dan keterangan legalitas. Pemberian label merupakan elemen produk yang sangat penting yang patut memperoleh perhatian seksama dengan tujuan untuk menarik para konsumen.
            Setiap keterangan atau pernyataan mengenai produk yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada produk, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan.
Label dapat dimanfaatkan untuk mengetahui unsur-unsur sebagai berikut:
1)      Keterangan Bahan Tambahan; merinci jenis bahan-bahan tambahan yang digunakan.
2)      Komposisi dan Nilai Gizi; Label yang menunjukan secara umum informasi gizi yang diberikan adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak, vitamin dan mineral.
3)      Batas Kadaluwarsa; yang menyatakan umur pemakaian dan kelayakan pemakaian atau penggunaan produk.
4)      Keterangan Legalitas; informasi produk telah terdaftar dibadan pengawasan obat dan makanan (Badan POM), berupa kode nomor registrasi.
e.      HKI (Hak Kekayaan Intelektual)
Kekayaan intelektual manusia merupakan hasil suatu pemikiran dan kecerdasan otak manusia, yang dapat diwujudkan dalam bentuk penemuan, desain, seni, karya atau penerapan praktis suatu ide guna menjawab problem spesifik dalam bidang teknologi. Salah bentuk karya intelektual yang mudah dilihat adalah karya tulisan yang dipublikasi atau tidak dipublikasi. Tetapi ada juga bentuk karya intelektual lainnya  yang dapat mengandung nilai ekonomis kecil atau besar dan oleh sebab itu karya intelektual dapat dilihat sebagai suatu aset komersial. Untuk melindungi akan aset atau kekayaan komersial atas usaha dari orang yang menciptakan diperlukan perlindungan hukum untuk melindungi kepentingan mereka atas karya-karya intelektualnya.
            Secara garis besar karya intelektual dapat meliputi suatu penemuan, desain produk dan nama dagang yang terkait dengan industri dan hak cipta yang terkait dengan karya tulisan, musik , fotografi atau hal-hal yang terkait dengan cita rasa-seni. Untuk memudahkan dalam mengenal maka karya inteketual dibagi atas dua bagian yaitu kekayaan atau kepemilikan industri dan hak cipta.
          Suatu karya intelektual tidak hanya sebagai karya yang dihasilkan begitu saja tetapi yang lebih penting adalah memberikan suatu insentif kepada orang atau pihak yang menciptakan dalam pembuatan karya intelektual atau memberikan hak kepada pencipta untuk mengatakan bahwa dialah pencipta dari suatu penemuan. Dengan kata lain ada suatu perlindungan hukum atas hasil karya intelektualnya dan memberikan kesempatan kepada penemunya untuk dapat memanfaatkan secara ekonomi dalam artian komersialisasi  atas karya intelektualnya.
            HKI merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap kekayaan intelektual dan menjamin kita dari melanggar meniru atau ditiru karya intelektual dari pihak-orang lain. HKI bermanfaat untuk didapatkan karena nilai komersial yang dimiliki oleh karya intelektual yang dilingdungi. Oleh sebab itu HKI menjadi penting ketika ada produk intelektual yang akan dikomersialkan dan oleh sebab itu pencipta karya intektual membutuhkan perlindungan dalam periode tertentu guna memperoleh manfaat dari komersialisasi karya intelektual. Jadi sistem HKI memiliki keterkaitan antara pencipta kekayaan intelektual, komersialisasi dan perlindungan hukum.
Sistem HKI mencakup dua bagian yaitu kekayaan industri (industrial property) meliputi paten, merk dagang, desain industri, dan hak cipta yang diwakili oleh karya tulis, musik, film, software.
 Paten
Paten adalah jenis perlindungan HKI yang paling tepat untuk perlindungan inovasi teknologi. Paten memberikan hak eksklusif kepada pemegang paten untuk mengontrol penggunaan penemuan di negara tempat paten tersebut diberikan dan penemuan (dokumen paten) tersebut harus  dibuka untuk masyarakat. Hak tersebut memungkinkan pemegang paten untuk melarang pihak lain menggunakan penemuan yang telah dipatenkan tersebut tanpa izin darinya dan hak eksklusif diberikan selama 20 tahun perlindungan. Lebih dari 37 juta dokumen paten telah dipublikasikan diseluruh dunia dan bertambah sekitar 1 juta paten tiap tahun.
Haknya akan menjadi publik domain atau kadaluarsa jika masa perlindungan telah habis atau dalam masa perlindungan si pemilik paten tidak memenuhi persyaratan administrasi dalam membayar perawatan perlindungan setiap tahunnya. Biasanya dokumen paten dapat diperoleh pada kantor paten dimana paten tersebut diberikan perlindungan (etc. US paten office, Japan paten office, Direktorat Jenderal HKI Indonesia).
Pendaftaran desain industri memberikan perlindungan terhadap eksploitasi yang tidak sah dari desain di artikel industri. Hal ini memberikan kepada pemegang hak desain industri suatu hak eksklusif untuk membuat, mengimpor, menjual, menyewakan atau menawarkan artikel untuk dijual kepada dimana desain digunakan atau dimana desain diwujudkan.
§       Merek
Merek merupakan tanda, atau kombinasi dari tanda, yang membedakan barang atau jasa dari suatu entitas dengan entitas yang lainnya. Tanda tersebut dapat berupa kata, huruf, angka, gambar, bentuk dan warna, juga kombinasinya. Suatu merek merupakan tanda yang digunakan atas barang atau jasa atau yang berhubungan dengan pemasaran barang. Merek dapat nampak tidak hanya pada benda tersebut namun juga pada wadah atau pembungkus barang. Saat digunakan dalam hubungannya dengan pemasaran barang, tanda tersebut dapat nampak dalam iklan, sebagai contoh dalam surat kabar atau televisi, atau di etalase toko dimana benda tersebut dijual.
Dalam artian yang luas, sebuah merek melakukan empat fungsi yang berhubungan dengan pembedaan barang atau jasa bermerek, asal komersialitasnya, kualitas, serta promosi dalam pasar, yaitu: (1) Untuk membedakan barang atau jasa dari satu entitas dengan entitas yang lain. Merek memfasilitasi pilihan konsumen saat membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu. Merek membantu konsumen mengidentifikasi suatu barang atau jasa yang dikenalnya ataupun yang diiklankan.; (2) Untuk mengacu pada suatu entitas tertentu, tidak harus dikenal oleh konsumen, yang menawarkan barang atau jasa di pasar. Jadi merek tersebut membedakan barang atau jasa dari suatu sumber, dari produk atau jasa yang identik atau serupa dari sumber lainnya.(3) Untuk mengacu pada kualitas barang atau jasa tertentu yang digunakan, sehingga konsumen dapat bergantung pada konsistensi kualitas barang yang ditawarkan melalui suatu merek. Fungsi ini biasanya diacu pada fungsi penjaminan dari merek; dan (4) Untuk mempromosikan pemasaran dan penjualan produk, serta pemasaran dan penyediaan jasa. Merek tidak hanya digunakan untuk membedakan atau menjadi acuan pada entitas tertentu atau kualitas tertentu, namun juga memicu penjualan.
Pemilik merek terdaftar memiliki hak eksklusif yang berkaltan dengan mereknya. Hal ini memberikan kepadanya hak untuk menggunakan merek tersebut dan mencegah pihak ke tiga yang tidak sah, menggunakan merek tersebut, atau merek serupa yang membingungkan, juga mencegah konsumen dan publik secara umum dari kerancuan. Periode perlindungan bervariasi, namun sebuah merek dapat diperpanjang tanpa batas dengan pembayaran sejumlah biaya.
§  Desain industri
Desain industri, secara umum, merupakan aspek ornamental atau estetika. Aspek ini tergantung pada bentuk, pola atau warna barang. Desain harus memiliki daya tarik visual dan dapat melaksanakan fungsi secara efisien dari produk. Selain itu, produk harus bisa direproduksi dengan cara industri; hal ini adalah tujuan penting dari desain terkait, dan karenanya dinamakan desain industri.
Dalam pengertian hukum, desain industri mengacu pada hak yang diberikan di banyak negara, sesuai dengan sistem pendaftaran, untuk melindungi fitur orisinil, ornamental dan non-fungsional dari produk yang dihasilkan dari aktivitas desain.
§  Hak Cipta
Hak cipta terkait dengan karya seni, seperti puisi, novel, musik, lukisan dan sinematografi. Dalam kebanyakan bahasa-bahasa Eropa selain Inggris, hak cipta dikenal sebagai hak penulis. Istilah hak cipta mengacu pada perbuatan utama, berkenaan dengan karya sastra dan seni, yang hanya dapat dilakukan oleh penulis atau seizinnya. Perbuatan yang dimaksud adalah membuat salinan karya sastra atau seni, seperti buku, lukisan, patung, foto, atau film. Istilah kedua, hak penulis yang merujuk kepada orang yang merupakan pencipta karya seni, penulisnya, demikian menggarisbawahi kenyataan, diakui dalam kebanyakan peraturan, bahwa penulis memiliki hak khusus tertentu dalam karyanya, seperti hak mencegah adanya reproduksi yang menyimpang, yang seharusnya hanya penulis yang berhak melakukannya, sedangkan hak-hak lain, seperti hak membuat salinan, dapat dilakukan oleh orang lain, misalnya penerbit yang telah memperoleh lisensi atas karya dari penulis.
Berkaitan dengan pengembangan UKM, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI) telah mengeluarkan Surat Keputusan Dirjen HKI Nomor: HKI-09.OT.03.01 Tahun 2013 tentang insentif HKI salah satunya bagi UKM. Insentif yang diberikan adalah program insentif pendaftaran gratis bagi UKM di Indonesia. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi kemudahan UKM meningkatkan daya saing produk menghadapi persaingan pasa bebas.
f.        Ramah Lingkungan
Seiring perkembangan zaman, tuntutan konsumen global terhadap barang-barang berkualitas dan aman untuk digunakan atau dikonsumsi semakin besar. Sebagai produsen, menciptakan produk yang aman dan ramah lingkungan (environmentally friendly product), menjadi suatu keharusan apabila produknya ingin diterima oleh pasar internasional. Pemerintah, selaku regulator, berkepentingan pula untuk mendorong pelaku usaha khususnya skala UKM untuk menciptakan produk yang ramah lingkungan.
Produk-produk UKM yang sudah ramah lingkungan bisa lebih mudah masuk ke pasar ritel modern, karena tuntutan pasar dan konsumen. Tuntutan ini bukan hanya pada tingkatan lokal saja namun juga pada tingkat global, sehingga lambat laun akan menjadi tren. Saat ini konsumen yang memiliki kesadaran seperti itu baru konsumen pada pasar ritel modern. Mau tidak mau UKM harus mempersiapkan diri memasuki pasar modern.
Peran pemerintah dalam hal ini adalah memberikan pendampingan dan advokasi bagi UKM agar mereka lebih peduli terhadap produk ramah lingkungan. Setelah itu pemerintah bisa mengadakan seleksi terhadap UKM untuk menuju sertifikasi produk-produk ramah lingkungan. Beberapa contoh produk UKM ramah lingkungan di antaranya batik yang menggunakan pewarna alam, sayur dan buah yang menggunakan pupuk kandang, produk makanan dengan pewarna alam.

KESIMPULAN
Implementasi kesepakatan perdagangan bebas memberikan dampak bagi perekonomian dunia dan Indonesia. Konsep perdagangan bebas yang berdampak pada beredarnya barang-barang produk secara bebas antar negara mensyaratkan kebutuhan produk yang berdaya saing. Produk tersebut adalah produk yang memiliki harga murah dengan kualitas yang sama atau lebih baik.
Perdagangan bebas menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi UKM di Indonesia. Agar tetap mampu bertahan dan dapat memanfaatkan peluang maka UKM harus meningkatkan daya saing perusahaan maupun daya saing produknya. Agar daya saing UKM dapat meningkat maka salah satu kunci utamanya adalah dengan cara menciptakan keunggulan produk UKM melalui menerapkan SNI, melakukan branding inovatif, packaging yang menarik dan praktis, labeling informatif, pendaftaran HKI, dan ramah lingkungan.

Pemerintah berperan dalam meningkatkan daya saing UKM yang diharapkan sebagai komplementer untuk mendorong berbagai upaya yang telah dilakukan UKM untuk meningkatkan daya saingnya. Dengan iklim usaha yang kondusif yang diciptakan oleh pemerintah, maka akan memudahkan UKM untuk meningkatkan daya saing, baik daya saing perusahaan maupun daya saing dari produk yang dihasilkan. Pemerintah mendorong UKM salah satunya melalui pemberian insentif HKI yang diberikan yaitu program insentif pendaftaran gratis bagi UKM di Indonesia. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi kemudahan UKM meningkatkan daya saing produk menghadapi persaingan pasar bebas. 

Keunggulan Usaha Melalui Pemanfaatan Paten di Berbagai Sektor

Kondisi di Sektor Industri

Pada tahun 1994 telah disepakatinya perjanjian yang mengatur hak-hak yang terkait dengan Kekayaan Intelektual melalui Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s) sebagai salah satu perjanjian dalam World Trade Organization ( GATT/WTO). Indonesia sebagai anggota WTO harus melaksanakan perjanjian TRIP’s tersebut. Berdasarkan kesepakatan TRIPs - maka seluruh peraturan perundangan Indonesia di bidang HKI harus telah disesuaikan pada tanggal 1 Januari tahun 2000.

Negara maju cenderung memiliki aset kekayaan intelektual, China sebagai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling besar beberapa tahun terakhir memiliki peningkatan aset kekayaan intelektual yang sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara aset kekayaan intelektual dan pertumbuhan ekonomi. 

Kontribusi industri pengolahan non-migas terhadap PDB nasional menunjukkan bahwa industri tanpa migas sebesar 20,61% atau yang paling tinggi. Neraca ekspor-impor Hasil Industri Non Migas Pada Periode Januari-Maret 2013 adalah USD -3,89 miliar (neraca negatif). porsi impor bahan baku penolong dan barang modal tahun 2012, pada tahun 2012, impor bahan baku penolong dan barang modal mencapai 93,0% dari total impor Indonesia. 

Penilaian daya saing terhadap 144 negara yang dilakukan World Economic Forum (WEF) menggunakan 3 aspek penilaian, yaitu Persyaratan dasar (Basic requirements); Pemacu efisiensi (Efficiency enhancers); dan Inovasi dan kecanggihan (Innovation and sophistication). Peringkat daya saing Indonesia untuk periode 2012-2013 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yakni dari peringkat ke-46 menjadi peringkat ke-50 dari 144 negara. Untuk kawasan ASEAN, peringkat Indonesia masih di bawah Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam dan Thailand.

Adanya korelasi Positif antara HKI dengan pertumbuhan Ekonomi, serta penyelesaian beberapa hambatan yang berdampak pada pemanfaatan Teknologi Paten oleh pelaku usaha / Industri, seperti Royalti bagi Inventor di D.N yang bekerja di Kantor Pemerintahan dan adanya penjaminan resiko terhadap industri Dalam Negeri yang menerapkan inovasi / paten hasil anak bangsa.

Kondisi di Sektor Pertanian

Kementerian Pertanian telah mencanangkan untuk meraih empat sukses: (1) pencapaian dan mempertahankan swasembada pangan; (2) diversifikasi pangan hingga tercapainya ketahanan pangan lestari; (3) meningkatkan nilai tambah produksi pertanian; dan (4) pencapaian kesejahteraan petani. Semua kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi difokuskan ke empat sukses di atas. 

Pada tahun 2014 Litbang Pertanian diharapkan menjadi lembaga penelitian dan pengembangan pertanian berkelas dunia dalam menghasilkan dan mengembangkan inovasi pertanian mendukung terwujudnya sistem pertanian industrial berbasis sumberdaya lokal. Penyediaan inovasi teknologi, benih, bibit, pupuk, alsin unggul berdaya saing & kelembagaan IPTEK Pertanian. 

Teknologi hasil Badan Litbang Pertanian menghasilkan teknologi unggulan yang terkait dengan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, sumber daya lahan pertanian, mekanisasi pertanian, dan pasca panen pertanian yang berbentuk berbagai varietas, teknologi benih, bibit, peta, rekomendasi kebijakan. 

Badan Litbang Pertanian melalui paradigma barunya yakni “research for development” berkomitmen tinggi dengan melaksanakan amanat UU nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dijabarkan dalam PP nomor 20 tahun 2005 tentang kewajibanalih teknologi hasil litbang. Bukti nyata komitment tersebut antara lain dengan ditanda tanganinya Nota Kesepahaman antara Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil teknologi (varietas tanaman) dengan Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (Pusat PVT) tentang Percepatan Pemanfaatan Sistem Pendaftaran Dan Perlidungan Varietas Tanaman hasil pemuliaan Badan Litbang Pertanian pada tanggal 10 Desember 2007, dimana Balai Pengelola Alih Teknologi (Balai PATP) yang berada di dalam struktur organisasi Badan Litbang Pertanian yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya ditunjuk sebagai pelaksana. 

Pada saat ditanda tanganinya nota kesepahaman tersebut terungkap fakta berupa data dari Pusat PVT bahwa dari 119 varietas tanaman yang terdaftar di Pusat PVT, hanya 5 varietas tanaman yang berasal dari pemuliaan Badan Litbang Pertanian yaitu : (1). Kenaf Karangploso 15 dari Balittas, Malang (sertifikat PVT telah diterbitkan); (2). Krysan Puspita Kencana dari Balithi; (3). Krysan Puspita Nusa dari Balithi; (4).Jagung Bantimurung 2 dari Balit Sereal Maros; (5).Jagung Bantimurung 3 dari Balit Sereal Maros. 

Dalam upaya Perlindungan HKI dan Alih Teknologi Badan Litbang Pertanian yang didasarkan pada Tujuh Indikator Untuk Mengukur Keberhasilan Lembaga Litbang (Kemenristek, 2010) diantaranya Publikasi ilmiah nasional, Publikasi ilmiah internasional, Sitasinya, HKI, Layanan teknologi, Lisensi, dan Spin off. Serta PP No. 48/2012: Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Pertanian. Pasal 2 (1) : Pengguna altek komersial dikenakan royalti. Pasal 2 (2) : Royalti dihitung dari persentase terhadap harga pokok penjualan (hpp). Pasal 2 (3) : Besaran royalti maksimum 10%. Pasal 2 (4) : Diatur dengan Permentan 67 tahun 2012. Pendaftaran perlindungan hak kekayaan industri dan hak cipta juga telah terjadi percepatan, dimana sejak tahun 1996 sampai pertengahan 2007 terdapat 59 invensi yang didaftarkan namun baru 5 invensi terbit sertifikat perlindungannya. Pasca sosialisasi, telah terbit 15 sertifikat perlindungan kekayaan industry (8 Paten dan 7 Hak Cipta) serta telah didaftarkan usulan baru sebanyak 63 invensi ke Direktorat Jenderal HKI.

Kondisi di Sektor Perikanan dan Kelautan 

Industrialisasi perikanan dan kelautan bertujuan untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan yang berdaya saing tinggi berorientasi pasar, mempercepat pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan melalui modernisasi sistem produksi dan manajemen, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. 

Strategi yang dilakukan dalam industrialisasi perikanan dan kelautan adalah (1). Pengembangan komoditas dan produk KP berbasis pasar; (2). Pengembangan kawasan; (3). Pengembangan konektivitas; (4). Pengembangan iklim usaha dan investasi; (5). Pengembangan teknologi dan sumberdaya manusia; dan (6). Penataan sistem manajemen. 

Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi diarahkan pada reorientasi arah kebijakan penelitian untuk mendukung kebijakan industrialisasi KP; Penelitian berorientasi pada pengembangan komoditas dan produk unggulan untuk memenangkan kompetisi di pasar global; Penelitian pemulyaan induk dan benih unggulan produktif, cepat tumbuh, dan tahan penyakit; Pengembangan teknologi produksi dan formula pakan ikan berkualitas dan murah, vaksin dan obat-obatan dan sistem pemberantasan hama dan penyakit ikan; Penelitian stok dan pola migrasi ikan, habitat dan trend perubahannya akibat climate change; Pengembangan kelembagaan dan sistem Klinik IPTEK untuk mendukung industrialisasi perikanan; Pengembangan teknologi rantai dingin dengan sistem CSW/RSW; Penelitian teknologi produktif penangkapan ikan, budidaya, dan pengolahan ikan; Pengembangan teknologi peralatan penangkapan ikan, budidaya dan pengolahan ikan; Menyiapkan paket-paket teknologi untuk nelayan, pembudidaya, dan pengolah ikan untuk peningkatan produksi perikanan berkualitas. 

Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang kelautan dan perikanan. Kompleksitas urusan perikanan dan kelautan serta luas wilayah Republik Indonesia tidak dapat dipungkiri harus ada upaya penyelesaian baik melalui riset dan pengembangan serta usaha lainnya. Kegiatan riset dan pengembangan baik yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan serta Eselon I lainnya secara otomatis akan melahirkan suatu hak atau banyak hak kekayaan intelaktual. Dari bebagai kegiatan riset ataupun pengembangan minimal akan melahirkan suatu laporan yang pasti memiliki hak kekayaan intelektual. Kegiatan-kegiatan penulisan karya ilmiah baik oleh peneliti, perekyasa, dan teknisi litkayasa terutama dalam bentuk buku yang bersifat komersial sanat berpotensi untuk didaya gunakan oeh Sentra HKI. Tapi yang menjadi pertanyaan apakah selama ini Sentra HKI memilki data potensi untuk menentukan target pengelolaan ke depan. 

Sejak Tahun 2000 sampai saat ini, baru 22 permohonan paten yang diajukan. Dari angka itu, menghasilkan 4 hak paten di bidang perikanan dan kelautan. Sementara itu, untuk mempermudah proses pengajuan hak paten, Balitbang KP membentuk sentra HKI yang bertujuan mempercepat proses paten. Padahal, potensi HKI cukup tinggi karena dapat dilihat dari jumlah fungsional yang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jumlah Fungsional Peneliti sebanyak 383 orang, perekayasa sebanyak 142 orang , dan teknisi penelitian dan perekayasaan sebanyak 215. Apabila setiap 20 orang mengahsilkan 1 paten per tahun, maka akan terdapat sekitar 37 usulan hak paten per tahun.

Kondisi di Sektor Koperasi dan UKM

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah memprioritaskan pendampingan pengurusan hak kekayaan intelektual kepada UKM berorientasi ekspor. Ini karena mereka kerap kali mendapat tekanan dari importir yang mensyaratkan sejumlah ketentuan, termasuk ketentuan terkait dengan HKI. Banyak kejadian ekspor UKM Indonesia ditolak karena tidak mampu memenuhi ketentuan yang ditetapkan importir. Ketentuan dimaksud antara lain menyangkut jaminan tidak digunakannya barang berbahaya, tidak merusak lingkungan, dan proses produksinya tidak mengeksploitasi tenaga kerja anak. Ditambah dengan ketentuan menyangkut HKI, kombinasi persyaratan tersebut kerap menekan UKM berorientasi ekspor. 

Minimnya tingkat pengurusan HKI di kalangan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari komposisi struktur sektor tersebut. Berdasarkan data Kemenkop dan UKM, jumlah UMKM di Indonesia tercatat 55,206 juta unit atau 99,99 persen dari total pelaku usaha yang jumlahnya 55,211 juta unit. Dari 55,206 juta UMKM tersebut, sebanyak 54,559 unit atau 98,82 persen di antaranya merupakan usaha mikro dengan aset maksimal Rp 50 juta dan omzet per tahun maksimal Rp 300 juta. 

HKI sangat diperlukan dalam meningkatkan kompetensi dan daya saing KUKM sebagai bagian dalam upaya mengedukasi dan memperluas wawasan bisnis. KUKM harus memunculkan dan mendaftarkan merek atau brand produk yang dihasilkan agar produk mereka bisa terlindungi. Program ini bertujuan merangsang para peneliti dan pelaku UKM untuk menciptakan produk yang inovatif dan dapat berguna bagi masyarakat.. 

Pengurusan hak paten, hak cipta, dan merek ke Kementerian Hukum dan HAM menghabiskan banyak biaya dan lambat. Keberadaan Koperasi HaKI untuk memfasilitasi pengurusan dan pada awal pengurusan bebas biaya tetapi untuk perpanjangan baru dikenakan biaya. Selain itu, koperasi nantinya juga berperan untuk memberikan pembinaan kepada pelaku UKM baik di sektor manajemen usaha maupun pengembangan produknya. 

Produk UKM tidak hanya dapat dilindungi mereknya, tetapi produk yang dihasilkan dapat lebih baik dari sebelumnya. Begitu juga dengan produk yang dihasilkan para peneliti dapat diperbaiki dan berguna bagi masyarakat. Sudah banyak produk yang dihasilkan oleh peneliti belum diketahui masyarakat dan harus dilindungi hak ciptanya seperti produk pengupas biji pinang basah dan pengupas kelapa. 

Kementerian Koperasi dan UKM telah memberikan pendampingan dan bantuan sertifikasi HKI kepada kalangan usaha mikro kecil menengah (UMKM) industri kreatif. Sudah sebanyak 917 UMKM telah mendapat sertifikat merek dagang, desain industri, dan paten yang tersebar di 26 provinsi. dari total 1412 jenis HKI yang diberikan dukungan dan fasilitasi.

Kondisi di Sektor Lingkungan Hidup

Menteri Lingkungan Hidup menghadiri inisiasi penandatanganan Perjanjian Kerjasama (MoU) tentang Penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan di Indonesia atau Inisiatif “10 Years Sustainable Consumption and Production” (SCP). Perjanjian kerjasama ini merupakan salah satu langkah konkrit penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan akan meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap berbagai barang/jasa dan teknologi yang ramah lingkungan. Hal tersebut akan memungkinkan peningkatan pengadaan barang/jasa ramah lingkungan di pihak pemerintah dan swasta, serta peningkatan gaya hidup hijau di masyarakat. Berbagai inovasi dan investasi baru dalam kegiatan produksi dan konsumsi yang ramah lingkungan akan memperoleh dorongan yang kuat dari segenap pemangku kepentingan. Manfaat selanjutnya adalah membawa kemajuan lingkungan, ekonomi, sosial, serta peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia. 

Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan penting bagi Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta, tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi per tahun, pertumbuhan kelompok usia produktif dan kelompok berpenghasilan menengah, dan menuju menjadi salah satu kekuatan ekonomi global baru. Penerapan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan menjadi fundamental untuk menjaga daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan hidup, menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan adanya perubahan konkrit dan mendasar tersebut, maka dampak perubahan bagi masyarakat, ekonomi dan lingkungan hidup juga akan besar. Hal inilah yang memungkinkan untuk melakukan ekonomi hijau dan menuju pembangunan berkelanjutan. Beberapa program KLH, Instansi terkait dan KADIN yang telah ada sangat berkaitan dengan Konsumsi dan Produksi Berkelanjutan, dan menjadi investasi dalam pelaksanaan Kerangka Kerja 10 Tahun SCP Indonesia. Program tersebut termasuk: PROPER, CSR, 3R (Reduce, Re-use, Recycle), dan gaya hidup hijau. Kerangka Kerja tersebut akan meningkatkan sinergi antar pihak.

Kondisi di Sektor ICT

Industri telekomunikasi di Indonesia dewasa ini berkembang dengan sangat cepat merespon potensi pasar yang juga sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat serta wilayah yang luas merupakan pasar sekaligus tantangan bagi industri telekomunikasi Indonesia. Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha layanan telekomunikasi yang terus meningkat. Salah satu indikator yang menunjukkan perkembangan dan dinamika industri telekomunikasi adalah jumlah dan pertumbuhan pelanggan telekomunikasi.

Penyelenggara telekomunikasi Indonesia berkembang dengan sangat cepat merespon potensi pasar yang juga sangat besar. Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan terus meningkat serta wilayah yang luas merupakan pasar sekaligus tantangan bagi indstri telekomunikasi Indonesia. Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha layanan telekomunikasi yang terus meningkat. Namun berbeda dengan negara lain dimana pelaku usaha penyelenggara telekomunikasi tidak terlalu banyak, industri telekomunikasi di Indonesia ditandai dengan jumlah pelaku usaha penyelengara telekomunikasi yang banyak. Hal ini tidak lepas dari kebijakan persaingan bebas yang diterapkan serta keterbukaan dalam penanaman modal di Indonesia termasuk dalam bidang telekomunikasi khususnya telekomunikasi seluler.Disisi lain, jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas dan berbentuk kepulauan merupakan pasar yang sangat potensial bagi industri telekomunikas.

Program dukungan penelitian dan pengembangan produk telekomunikasi dilakukan karena kemajuan industri ICT di Indonesia lebih berperan menjadi pendorong ekonomi konsumsi daripada ekonomi produksi. Perangkat ICT buatan Indonesia hanya mengisi pasar sebesar 0.8% dan neraca perdagangan peralatan telekomunikasi mengalami defisit sebesar US$ 1,6 Milyar. Program tersebut membawa dampak yang sangat positif sebagai trigger dalam empowering industri dalam negeri yaitu : (1) telah membantu mendorong terbentuknya ekosistem dan menghasilkan SDM yang berpengalaman dalam industry; (2) mensupport beberapa peralatan testing yang mendukung penelitian dan pengembangan teknologi bagi akademisi, instansi dan IDN; (3) Menurunkan entry barrier industri atas produk lokal, meski masih terdapat gap antara hasil produk penelitian dengan pangsa pasar produk telekomunikasi; (4) Memberdayakan akademisi untuk melakukan penelitian dan menghasilkan inovasi-inovasi perangkat telekomunikasi baru dengan harapan hasil penelitian tersebut dapat diserap industri dalam negeri.

Program dukungan lainnya adalah BROMO, BROadband Made in indOnesia, yaitu perangkat wireless broadband generasi ke-empat (4G) yang dapat memberikan layanan komunikasi dan internet yang murah dan berkualitas. Hasil assesmen TKDN sementara menunjukkan bahwa perangkat yang dikembangkan memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) design mencapai hampir 95%. Pada saat ini, BROMO, sudah mulai dimanfaatkan oleh Puskesmas Babakan Sari di Bandung untuk mendukung aplikasi "Resep Elektronik" (e-Prescription) yang dikembangkan oleh Kelompok Keilmuan Biomedika STEI ITB.

Kondisi di Sektor Kesehatan

Permenkes (2013), tentang 23 penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah termasuk dalam sistem surveilans dan program ketanggapdaruratan di Indonesia. Sistem Kesehatan sebagai suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. 

Isu-Isu kesehatan 2010-2014 diantaranya adalah (1) Terbatasnya aksesibilitas pelayanan kesehatan pada kelompok penduduk miskin à status gizi dan kesehatan penduduk miskin rendah; (2) Tingginya tingkat kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular/beban ganda penyakit; (3) Penyakit menular terutama TB, Malaria, HIV, DBD dan Diare; sedangkan PTM adalah jantung, diabetes, hipertensi dan kanker; (4) Beban pembiayaan kesehatan masih tinggi; (5) Terbatasnya Nakes dan distribusinya yang tidak merata; (6) Belum optimalnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat esensial, penggunaan obat tidak rasional. Sebagian besar bahan baku obat masih diimpor sedangkan penggalian potensi obat tradisional sangat terbatas; (7) Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan melalui perilaku masyarakat yang mendukung pola hidup sehat dan bersih; dan (8) Masih terbatasnya kemampuan manajemen dan informasi kesehatan, termasuk penelitian dan pengembangan (litbang) kesehatan.

Indonesia mendaftarkan 5,4% dari seluruh paten yang didaftarkan di Dirjen HKI dari tahun 2005 sampai dengan 2011. Indonesia mendaftarkan 3,4% paten dari 88 paten anti-hipertensi; 4,8% paten dari 251 paten anti-diabetes; 21,1% dari 18 paten anti-malaria; 7,1% dari 14 paten anti-tuberkulosis. Dari seluruh paten yang didaftarkan, 9,1% merupakan paten obat ekstrak herbal atau komposisinya, 60% diantaranya didaftarkan oleh Indonesia.

Untuk mendukung peningkatan kesehatan nasional yang dapat dipatenkan, maka dibuat usulan tema riset unggulan antara lain : Pengembangan Vaksin, Pengembangan Obat dan Obat Baru; Pengembangan Kit Diagnostik; Pengembangan Biosimilar; Pengembangan Nutrisi Fungsional; dan Pengembangan Alat Kesehatan.