Ekonomi dan Usaha
Penguatan Pasar Dalam Negeri Dan Tertib Usaha Untuk Menjaga Pertumbuhan Ekonomi Nasional
I.
LATAR BELAKANG
Badan Pusat Statistik
(BPS) mencatat perekonomian Indonesia berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB)
tumbuh 4,92 persen secara tahunan pada kuartal I 2016, meningkat dari 4,73
persen di periode yang sama 2015. Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran
PDB atas dasar harga berlaku triwulan I 2016 mencapai Rp2.947,6 triliun dan
atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.262,6 triliun. Struktur ekonomi
Indonesia secara spasial pada triwulan I 2016 didominasi oleh kelompok provinsi
di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan
kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 58,91 persen,
diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 22,15 persen, dan Pulau Kalimantan sebesar
7,67 persen. Sementara pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Pulau Sulawesi.
Secara garis besar ada
beberapa faktor memang yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari
global dan domestik. Beberapa faktor memang yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi diantaranya yakni harga komoditas di pasar internasional yang masih
rendah saat ini, disertai, perekonomian global triwulan I masih lemah karena
beberapa hal. Oleh karenanya, kebijakan memperkuat dan meningkatkan peran
perdagangan dalam negeri sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas. Bahkan, perdagangan dalam negeri dapat mendorong terjadinya
peningkatan sumber-sumber pertumbuhan di daerah, sehingga akan terwujud target
pertumbuhan ekonomi nasional sebagaimana yang diharapkan.
Dari kacamata
perdagangan, Indonesia yang memiliki keunggulan
sebagai negara terbesar di Asia Tenggara
dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa yang menempati peringkat ke-4
di dunia merupakan pasar yang
sangat potensial untuk pemasaran produk-produk dalam negeri. Hal ini juga merupakan
perwujudan dari cita-cita
pembangunan nasional seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menuju kepada kemandirian, Indonesia
harus menjadi Negara yang memiliki serta mampu berdaya saing. Untuk mencapai
hal tersebut, di antara komponen utama arah pembangunan yang harus dicapai
adalah adanya penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing
global dimana pembangunan perdagangan berperan penting dalam kerangka
mewujudkannya.
Sesuai dengan
arahan pembangunan nasional jangka panjang tahun 2005-2025 yang tercantum di
dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN), untuk menuju kepada kemandirian, Indonesia harus menjadi
Negara yang memiliki serta mampu berdaya saing. Untuk mencapai Negara yang
berdaya saing, di antara komponen utama arah pembangunan yang harus dicapai
adalah adanya penguatan perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya
saing global dimana pembangunan perdagangan berperan penting dalam mewujudkan
arah tersebut.
Dalam rangka pembangunan
perdagangan dalam negeri proses dan kebijakan perdagangan
diarahkan untuk memperkokoh sistem distribusi nasional yang efisien dan efektif
yang menjamin kepastian berusaha dalam kerangka mewujudkan berkembangnya
lembaga perdagangan yang efektif dalam perlindungan konsumen dan persaingan
usaha secara sehat, terintegrasinya aktivitas perekonomian nasional dan
terbangunnya kesadaran penggunaan produksi dalam negeri, meningkatnya
perdagangan antar wilayah/daerah, serta terjaminnya ketersediaan bahan pokok
dan barang strategis lainnya dengan harga yang terjangkau.
Globalisasi
perdagangan dunia yang terjadi saat ini memberikan dampak yang bersifat positif
maupun negatif. Di satu sisi, globalisasi merupakan peluang sekaligus tantangan
bagi perkembangan perdagangan di pasar dalam negeri maupun industri domestik.
Dengan tumbuhnya persaingan usaha yang kian ketat menuntut pelaku usaha untuk
selalu meningkatkan daya saingnya, baik dari segi kualitas produk maupun daya
saing harga melalui efisiensi produksi. Positifnya, hal tersebut mengakibatkan
banyaknya pilihan barang kebutuhan yang tersedia bagi konsumen dengan kualitas
dan harga yang bersaing. Namun di sisi lain dengan maraknya variasi atas barang
dan jasa yang beredar, diduga banyak pula barang dan jasa yang tidak sesuai
ketentuan sehingga merugikan konsumen dan menimbulkan persaingan usaha yang tidak
sehat. Hal tersebut dapat saja timbul sebagai akibat persaingan usaha yang
ketat sehingga mendorong para pelaku usaha yang tidak sanggup meningkatkan
efisiensi produksi untuk mengurangi biaya produksi melalui pengurangan kualitas
barang dan jasa yang diberikan.
Selain itu,
globalisasi perdagangan juga membawa dampak bagi perkembangan dan
keberlangsungan produk-produk barang maupun jasa yang dihasilkan oleh pelaku
usaha serta industri di dalam negeri. Peningkatan kualitas dan daya saing bagi
produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri menjadi mutlak diperlukan jika
tidak ingin kalah bersaing dengan derasnya arus barang impor dari luar negeri.
Dari fenomena yang berkembang tersebut, guna mengantisipasi terjadinya
persaingan usaha yang tidak sehat yang berujung pada kerugian bagi konsumen
serta dalam upaya menjaga keamanan dan keberlangsungan perdagangan dalam negeri.
II.
PENGENALAN MENGENAI
PENGUATAN PASAR DALAM NEGERI DAN TERTIB USAHA
A.
Penguatan Pasar Dalam Negeri
Perdagangan dalam negeri
merupakan aktivitas perdagangan yang terjadi dalam batas-batas teritorial suatu
negara (domestik), yang hanya melibatkan penduduk di negara yang bersangkutan
(baik antarindividu, individu dengan lembaga, atau antar lembaga) atau antara
penduduknya dengan negara melalui BUMN dan BUMD. Namun demikian, perkembangan
ekonomi global saat ini, menjadikan aktivitas perdagangan dalam negeri tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor internal dengan berbagai isu dan kondisi
domestik, tetapi juga faktor eksternal dan isu perdagangan global.
Secara kualitas, semakin
pentingnya sektor perdagangan terlihat dari kegiatan-kegiatan yang lebih
mengedepankan kegiatan usaha perdagangan untuk mendukung sektor lain seperti
sektor industri, telekomunikasi, transportasi, pertanian, kehutanan, perikanan,
pariwisata, pertambangan, dan lain-lain. Dukungan kegiatan tersebut memberikan
pengaruh yang positif terhadap meningkatnya kontribusi sektor perdagangan dalam
pembangunan ekonomi secara nasional. Kegiatan-kegiatan usaha perdagangan
tersebut dilaksanakan dalam rangka penguatan pasar dalam negeri, yang meliputi peningkatan
integrasi perdagangan, peningkatan iklim usaha, penggunaan produk dalam negeri,
dan penguatan kelembagaan perdagangan dalam negeri.
Penguatan pasar dalam
negeri merupakan salah satu aspek kebijakan ekonomi Nasional yang menjadi arus
utama pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih dari 70% pendapatan negara berasal
dari pasar dalam negeri. Pasar ekspor hanya menyumbang kurang dari 30%. Tahun
2015, pasar dalam negeri diperkirakan menyumbang pendapatan negara lebih dari
80%, sedangkan pasar ekspor hanya menyumbang sekitar 18%. Data tersebut
menggambarkan pasar dalam negeri memiliki potensi yang luar biasa untuk
digerakkan. fokus mengembangkan potensi pasar dalam negeri mestinya menjadi
prioritas utama kebijakan ekonomi pemerintah.
Untuk mendorong
penguatan pasar dalam negeri, pemerintah harus hadir untuk memberikan perluasan
usaha dan sarananya, menjaga stabilitas harga, memastikan amannya rantai pasok
distribusi produk dan jasa, pengembangan mutu produk Nasional, mengatur
persaingan usaha yang kondusif, dan menjamin kualitas produk bagi konsumen. Kebijakan
itu perlu dilakukan agar masyarakat tetap bisa menjangkau harga produk tersebut
dan pengusaha juga diuntungkan karena pasarnya terjaga. Upaya tersebut harus
juga didukung dengan promosi penggunaan produk dalam negeri, peningkatan pengawasan
barang beredar dan pengamanan produk ilegal.
Khusus terkait dengan
perluasan usaha dan sarananya, merupakan salah satu visi Nawacita Jokowi untuk
melakukan revitalisasi pasar rakyat/ tradisional sebanyak 5000 pasar dalam 5
tahun, upaya revitalisasi dilakukan melalui pembangunan baru, renovasi dan pengembangan
pasar tradisional, serta pelatihan manajemen pengelolaan pasar yang profesional.
Kegiatan ini dilakukan secara simultan dan sinergis dengan kegiatan-kegiatan
lainnya untuk memperkuat pasar dalam negeri guna menjaga efisiensi dan
kelancaran distribusi barang kebutuhan masyarakat. Selain itu, juga untuk
mempertahankan agar pasar tradisional dapat
tetap eksis dan berkembang di tengah persaingan yang semakin ketat dalam
bisnis ritel di tanah air. Peningkatan dan pengembangan pasar tradisional sangat
strategis, karena pasar tradisional memiliki posisi strategis dalam
pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM); peningkatan penyerapan
tenaga kerja; peningkatan potensi
ekonomi daerah; peningkatan kesejahteraan masyarakat; peningkatan
pendapatan asli daerah, serta menjaga tingkat kestabilan harga bahan kebutuhan
pokok masyarakat. Di lain pihak, toko modern dan pusat-pusat perbelanjaan mengalami perkembangan yang cukup pesat
terutama di kota-kota besar, sehingga perlu disikapi secara bijaksana dan
berimbang, untuk kesejahteraan masyarakat.
B.
Tertib Usaha
Kebijakan persaingan usaha berperan penting untuk meningkatkan
produktivitas bagi pertumbuhan ekonomi. Peningkatan produktivitas melalui
praktek usaha yang lebih efisien, mengontrol biaya, dan berupaya untuk
mengembangkan produk-produk baru yang diinginkan konsumen. Dukungan pemerintah
ditunjukkan dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, yang
menempatkan kebijakan persaingan sebagai salah satu prioritas nasional,
serta penguatan KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan. Sebagaimana kita
ketahui, bahwa salah satu tujuan UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah menjaga kepentingan
umum dan menegakkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan persaingan usaha juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi yang
berhubungan dengan penggunaan sumber daya, baik hari ini maupun masa yang akan
datang. Kebijakan persaingan usaha memberikan dampak dan manfaat bagi penguatan
pasar dalam negeri, yaitu : (a) Harga produk barang dan jasa menjadi lebih
kompetitif; (b) Pelaku usaha terpacu melakukan inovasi & terobosan baru
dalam produknya agar dapat memberikan
produk yang terbaik bagi konsumennya; (c) Pelaku usaha berupaya untuk menggunakan
sumber daya secara efisien, sehingga tercipta adanya efisiensi dalam
berproduksi; (d) pelaku usaha akan memiliki kesempatan dan peluang yang sama
serta tidak adanya hambatan untuk masuk dan keluar pada suatu pasar; (e)
Konsumen mempunyai banyak pilihan dalam membeli barang atau jasa dengan harga
yang kompetitif dan berkualitas baik; (f) Terciptanya iklim usaha yang kondusif
bagi pelaku usaha.
III.
Permasalahan Dalam Penguatan
Pasar Dalam Negeri Dan Tertib Usaha
Permasalahan
yang terjadi di sektor perdagangan khususnya dalam program penguatan pasar
dalam negeri dan tertib usaha diantaranya :
a.
Disparitas harga dan kesenjangan perdagangan antarwilayah
Meskipun harga-harga bahan pokok relatif stabil dan terkendali, masih
terdapat permasalahan disparitas harga antar-daerah yang relatif masih cukup
tinggi. Hal ini terutama disebabkan antara lain oleh pengaruh musim, kondisi
geografis, kurangnya infrastruktur dan keterbatasan sarana dan prasarana
distribusi di daerah-daerah tertentu. Kondisi geografi di berbagai daerah di
Indonesia yang masih banyak yang sulit dijangkau baik melalui udara, laut
maupun darat karena kurangnya infrastruktur, sarana transportasi, dan sarana
distribusi yang dapat menunjang kelancaran arus barang khususnya bahan
kebutuhan pokok masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan tingginya disparitas
harga antara daerah sentra produksi dengan daerah-daerah diluar sentra produksi.
Masalah
ini terkait dengan belum mantapnya sistem pengadaan dan
penyaluran komoditas, di luar bahan kebutuhan pokok dan komoditas strategis,
terutama yang melayani kawasan timur Indonesia, daerah terpencil, daerah
tertinggal, dan daerah perbatasan.
b.
Biaya Logistik
Biaya logistik dalam negeri dan kualitas pelayanan merupakan permasalahan utama
yang menyebabkan belum optimalnya kinerja logistik Indonesia. Permasalahan ini
muncul sebagai akibat rendahnya tingkat penyediaan infrastruktur baik kuantitas
maupun kualitas, banyaknya pungutan tidak resmi dan biaya transaksi yang
menyebabkan ekonomi biaya tinggi, tingginya waktu pelayanan ekspor dan impor
yang disertai dengan adanya hambatan operasional pelayanan di pelabuhan, serta
terbatasnya kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa logistik nasional.
c. Distribusi
Sistem jaringan koleksi dan distribusi
nasional masih lemah. Hingga saat ini jaringan koleksi dan distribusi barang
dan jasa perdagangan dalam negeri banyak mengalami hambatan karena belum
terintegrasinya sistem perdagangan di tiga tingkatan pasar (pengumpul, eceran, dan grosir)
serta maraknya berbagai pungutan dan peraturan di tingkat daerah akibat
penyelenggaraan otonomi daerah. Masalah ini tidak hanya menghambat kelancaran
perdagangan antarwilayah, khususnya antarpulau tetapi juga
menyebabkan berkurangnya daya saing produk dalam negeri.
d.
Sarana Dan Prasarana Perdagangan
Pasar tradisional identik
dengan bentuk pasar yang bentuk bangunannya relatif sederhana, dengan suasana yang
relatif kurang menyenangkan(ruang tempat usaha sempit, sarana parkir yang
kurang memadai, kurang menjaga kebersihan pasar, dan penerangan yang kurang
baik), barang-barang yang diperdagangkan adalah barang-barang kebutuhan
sehari-hari dengan mutu yang kurang diperhatikan, harga barang relatif murah,
dan cara pembeliannya dengan sistem tawar menawar, para pedagangnya sebagian
besar golongan ekonomi lemah dan cara berdagangnya kurang professional.
Selain itu, masalah keterbatasan jumlah tenaga dan kemampuan (kompetensi)
individu tenaga pengelola pengelola serta keterbatasan kelembagaan (organisasi)
pengelola pasar untuk melakukan pengelolaan pasar dan pembinaan pedagang.
e.
Kurangnya minat produk dalam negeri
Konsumen Indonesia
memiliki karakteristik menerima dan pasrah, berorientasi pada produk murah dan
produk impor, serta kurang peduli terhadap lingkungan. Hal tersebut karena
pengetahuan konsumen yang belum memadai atas barang dan jasa yang beredar di
pasaran. Selain itu, mutu produk yang dijual di pasar banyak dijual produsen
yang mempunyai mutu kualitas, tidak menariknya kemasan produk, dan kurangnya
layanan purna jual.
f.
standar dan
mutu
Permasalahan standar dan mutu akan terkait
dengan banyak faktor antara lain masih lemahnya kinerja lembaga pengujian mutu
barang produk ekspor, kapasitas dan kelembagaan laboratorium uji produk ekspor
dan impor yang masih rendah (infrastruktur dan laboratorium yang terbatas). publik dilindungi dari segi keamanan,
kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungannya. Permasalahan standar dan
mutu akan terkait dengan banyak faktor antara lain masih kesadaran produsen dan
eksportir mengenai standar dan mutu yang masih kurang, lemahnya kinerja lembaga
pengujian mutu barang produk ekspor, kapasitas dan kelembagaan laboratorium uji
produk ekspor dan impor yang masih rendah (infrastruktur dan laboratorium yang
terbatas), biaya uji standar dan mutu yang memberatkan pengusaha terutama skala
kecil.
g.
Barang Selundupan/Impor Ilegal
Indonesia memang sangat
rawan terhadap penyelundupan atau impor ilegal karena secara geografis
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki pintu masuk tanpa pengawasan
yang ketat. Salah satu pintu masuk bagi barang-barang selundupan banyak terjadi
di daerah perbatasan seperti Batam, Nunukan, dan Entikong, yang hingga saat ini
belum bisa ditanggulangi oleh pemerintah karena berbagai kendala, termasuk
keterbatasan kapal patroli, SDM, dan dana operasi.
h.
Pemanfaatan Paten Publik Domain
Dengan jumlah populasi
lebih dari 200 juta jiwa permohonan paten yang masih di bawah 800/tahun.
Terlihat bahwa produktivitas permohonan paten Indonesia relatif masih rendah, jika
dibandingkan posisi Indonesia dengan Negara ASEAN dalam pengajuan paten,
posisinya nomor 6 atau sedikit lebih tinggi dari Vietnam. Padahal jika dikaji
dari keunikan produk produk UKM maupun hasil produk kreatif masyarakat UKM,
jumlahnya relatif besar. Hal ini tentu saja tidak menguntungkan secara ekonomi
atas produk produk UKM yang tidak terlindungi paten tersertifikasi.
i.
Persaingan Usaha
Masalah utama pada
persaingan usaha di Indonesia adalah banyak kebijakan pemerintah yang tidak
memihak kepada persaingan usaha yang sehat, bahkan kebijakan selama ini justru
memperkuat kartelisasi. Masalah lain adalah
penetapan harga yang tidak transparan dan juga sulitnya masuk pesaing di
Indonesia. Hampir semua sektor persaingan di tanah air banyak terjadi dan
dilakukan kegiatan persaingan usaha yang tidak sehat. Praktek-praktek tidak
sehat dilakukan di bidang kesehatan, perhubungan, properti, pertanian (daging,
minyak goreng, perunggasan, bawang merah), obat-obatan, dan lainnya.
IV.
SOLUSI
A.
Visi dan Kunci Pengerak Penguatan
Pasar Dalam Negeri dan Tertib Usaha
Dalam rangka Penguatan Pasar Dalam Negeri sesuai dengan Instruksi Presiden
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Daya Saing Nasional Dalam Rangka
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mengamanatkan untuk peningkatan daya
saing nasional yang berpedoman pada pada strategi melalui Pengembangan Industri
dalam rangka mengamankan pasar dalam negeri; pengembangan industri kecil
menengah; peningkatan akses pasar; dan penerapan Standar Nasional Indonesia
(SNI).
Guna mendukung upaya tersebut, visi pembangunan perdagangan untuk
memperkuat pasar dalam negeri diarahkan pada :
1.
Mendukung target inflasi <5%
2.
Peningkatan konsumsi produksi dalam negeri sebesar
93,5% dari nilai konsumsi rumah tangga pada tahun 2019, dan
3.
Penurunan impor barang konsumsi
Berakar pada visi tersebut, penguatan pasar dalam negeri dan tertib usaha
akan berfokus pada beberapa kunci penggerak, yaitu :
1.
Peningkatan integrasi
perdagangan antar awilayah,
2.
Peningkatan iklim usaha
perdagangan,
3.
Peningkatan penggunaan
produk dalam negeri:
4.
Penguatan kelembagaan
perdagangan dalam negeri,
B.
Strategi dan Program
Aksi Penguatan Pasar Dalam Negeri dan Tertib Usaha
Strategi dan Program Aksi Penguatan Pasar Dalam Negeri dan Tertib Usaha
jangka pendek Tahun 2016 – 2020, diarahkan pada :
1.
Peningkatan integrasi
perdagangan antar wilayah
Strategi : Pengembangan sarana distribusi perdagangan untuk mendorong
kelancaran arus barang sehingga ketersediaan barang dan stabilitas harga
terjaga.
Program Aksi :
a.
Mengkoordinasikan peningkatan kuantitas dan kualitas sarana distribusi
melalui Pembangunan/Revitalisasi Pasar Rakyat sebanyak 5000 pasar sampai Tahun
2019, dan peningkatan kualitas pengelolaan pasar yang profesional.
b.
Mengkoordinasikan peningkatan kelancaran
distribusi bahan pokok dan barang strategis; dan
c.
Mengkoordinasikan pengembangan sarana
distribusi perdagangan lainnya dan kapasitas pelaku usaha/penyedia jasa
logistik Nasional.
2.
Peningkatan iklim usaha
perdagangan yang kondusif
Strategi : Mendorong
terwujudnya persaingan usaha yang sehat dan peningkatan upaya perlindungan
konsumen.
Program Aksi :
a.
Mengkoordinasikan penguatan lembaga KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)
melalui amandemend Undang Undang No. 5/1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
b.
Mengkoordinasikan kebijakan persaingan usaha yang sehat terhadap untuk
meningkatkan efisiensi yang berhubungan dengan penggunaan sumber daya; dan
c.
Mengkoordinasikan peningkatan upaya perlindungan konsumen untuk mendukung
tumbuhnya dunia usaha, agar mampu melakukan inovasi dan menghasilkan beraneka
ragam barang dan/atau jasa yang memiliki nilai tambah, berteknologi tinggi dan
sarat kandungan bahan lokal, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
3.
Peningkatan
Penggunaan Produk Dalam Negeri
Strategi : Meningkatkan potensi pasar domestik melalui inovasi pemanfaatan paten publik domain,
peningkatan standar dan mutu produk, mengedepankan produk halal:
Program Aksi :
a.
Mengkoordinasikan pemanfaatan paten publik domain untuk menumbuhkan potensi
di bidang industri dan perdagangan, serta mendorong riset-riset untuk menemukan
invensi yang mempunyai nilai komersial sebagai Hak Kekayaan Intelektual;
b.
Mengkoordinasikan peningkatan mutu dengan menerapkan standardisasi (SNI), ASEAN Standard dan International
standard;
c.
Mengkoordinasikan pemanfaatan National Branding bagi industri dan
penggunaan label berbahasa Indonesia;
d.
Mengkoordinasikan peningkatan mutu produk
Nasional melalui penggunaan kemasan yang sesuai
dengan keamanan, kesehatan pangan dan produk yang halalan thoyyiban.
4.
Memperkuat
kelembagaan perdagangan dalam negeri
Strategi : Mondorong peningkatan program stabilisasi harga komoditi
Program Aksi :
a.
Mengkoordinasikan peningkatan dan pemanfaatan sistem resi gudang untuk
meningkatkan produktifitas dan kualitas produk petani;
b.
Mengkoordinasikan pengembangan pola kerjasama usaha ritel tradisional dan
modern yang saling menguntungkan; dan
c.
Mengkoordinasikan perluasan akses pasar dan
peningkatan skala ekonomi kegiatan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM).
V.
KESIMPULAN
1. Pemerintah harus hadir
dalam sistem perdagangan melalui program penguatan pasar dalam negeri dengan melakukan
upaya-upaya perluasan usaha dan sarana distribusinya, menjaga stabilitas harga,
memastikan amannya rantai pasok distribusi produk dan jasa, pengembangan mutu
produk Nasional, mengatur persaingan usaha yang kondusif, menjamin kualitas
produk bagi konsumen, serta didukung dengan promosi penggunaan produk dalam negeri, dan peningkatan
pengawasan barang beredar dan pengamanan produk ilegal.
2. Guna memperkuat sistem perdagangan dalam negeri yang efektif dan efisien diperlukan
upaya-upaya yang didukung oleh semua pihak, yaitu pemerintah, pelaku usaha
swasta, BUMN dan akademisi. Oleh karena itu, diperlukan dukungan, komitmen,
kerjasama dan kolaborasi yang kuat dari
semua pihak dalam implementasi seluruh program aksi yang ditetapkan.
The 9th World Halal Conference 2016 di Kuala Lumpur, Malaysia
The 9th World Halal Conference 2016 (WHC 2016) merupakan bagian dari kegiatan World Halal Week 2016 (WHW 2016) yang diselenggarakan pada Tanggal 28 Maret – 2 April 2016 selain acara 13th Malaysia International Halal Showcase (MIHAS) dan 7th JAKIM (Department of Islamic Development Malaysia) International Halal Certification Bodies Convention di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC). Acara ini diselenggarakan oleh Ministry of International Trade and Industry (MITI), bekerjasama dengan Malaysia External Trade Development Corporation (MATRADE), Halal Industry Development Corporation (HDC) dan Department of Islamic Development Malaysia (JAKIM).
The 9th World Halal Conference 2016 (WHC 2016) dengan tema “Halal at The Forefront of Economic and Social Change” disambut oleh Tun Abdullah Haji Ahmad Badawi (Patron WHC 2016 and former Malaysian Prime Minister) dan dibuka oleh Dato’ Sri Mustapa Mohamed (Minister of International Trade and Industry, Malaysia). Acara ini dihadiri oleh beberapa Menteri Malaysia dan delegasi pejabat/kepala pemerintahan, pimpinan perusahaan, regional experts, dan profesional dari berbagai negara seperti UAE, Turki, Jepang, China, Korea Selatan, Qatar, Thailand, Inggris, Belanda, Afrika Selatan, Brunei Darussalam, Filipina, Arab Saudi, Pakistan dan Indonesia sebanyak 1500 orang dari 50 negara. Delegasi Indonesia dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, MUI, Yasayan Produk Halal Indonesia dan 50 perusahaan pameran.
Dato’ Sri Mustapa Mohamed, Minister of MITI Malaysia, dalam pembukaannya menyampaikan bahwa :
- Penduduk Muslim dunia akan meningkat 35% pada tahun 2035, atau meningkat dari 1,8 Milyar menjadi 2,2 Milyar. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara Muslim telah menyebabkan peningkatan pendapatan, sehingga dibutuhkan kepastian keberlanjutan penyediaan makanan dan produk halal.
- Pasar halal global senilai RM 8,9 triliun (USD 2,3 triliun) per tahun dengan makanan halal saja diperkirakan mencapai RM 2,68 Miliar (USD 0,693 Miliar).
- Malaysia sebagai salah satu negara yang paling maju dalam ekonomi syariah, masuk dalam kategori tiga tertinggi dalam hal makanan halal, keuangan syariah dan indikator wisata halal.
- Malaysia telah menjadi pemimpin dalam industri halal dunia sejak tahun 1974, tahun 2000 Malaysia menjadi negara pertama yang memiliki dokumentasi dan jaminan halal yang sistematis untuk standar halal.
- Total investasi dalam industri halal telah berkembang dari RM 4,1 Miliar (USD 1 Miliar) di tahun 2012 menjadi RM 10,6 Miliar (USD 2,7 Miliar) di tahun 2015. Perusahaan bersertifikat halal jumlahnya sudah meningkat dua kali lipat, dari 2.336 perusahaan di tahun 2011 menjadi 5.726 perusahaan di tahun 2015.
- Ekspor halal Malaysia pada tahun 2015 sekitar RM 39 Miliar (USD 10 Miliar), jumlah ini merupakan peningkatan yang sangat besardari RM 24 miliar (USD 6,2 Miliar) pada tahun 2011. Pasar ekspor produk halal Malaysia meliputi China, Singapura, Indonesia, Jepang dan Thailand.
Catatan Penting Presentasi dan Diskusi :
- Konferensi ini membahas upaya pengembangan dalam rangka memfasilitasi pertumbuhan Ekonomi Halal melalui diskusi halal sebagai faktor pembeda transformasi bisnis, perdagangan lintas batas, mengembangkan bakat dan kewirausahaan pembangunan masa depan halal dengan menargetkan pemuda dan pemberdayaan perempuan.
- Pertukaran Nota Kesepahaman antara Pemerintah Malaysia dengan Bank of China, Halal Industri Development Corporation, Greenland Hong Kong Holdings Limited and Mega Capital Holdings Ltd, dan Nestle (Malaysia) Berhad.
- Strategic Foresight on Economic & Social Aspects : Industri Halal harus terus diupayakan secara fundamental untuk menjamin pertumbuhan Ekonomi Halal dan diharapkan dapat memainkan peran dalam mewujudkan dunia yang lebih baik.
- Global Halal Economy Outlook 2016 : Dengan penduduk Muslim 1,8 miliar akan mendorong lebih lanjut Ekonomi Halal senilai USD 2,3 triliun, termasuk perbankan Islam dan semua komponen Halal lainnya, USD 700 miliar dari makanan Halal.
- Facilitating Trade And Economic Development Through Strategic Collaborations : Untuk memacu Ekonomi Halal yang diproyeksikan bernilai sekitar USD 3,7 triliun pada 2019, perlu menciptakan kolaborasi strategis bisnis yang dapat menambah nilai transaksi keseluruhan dengan menghilangkan tarif, kuota impor atau pembatasan ekspor;
- Globalization Of Islamic Economy: The Industry Perspectives : Layanan Keuangan Islam mempertimbangkan penyediaan asuransi syariah atau takaful untuk UKM dan perusahaan multinasional untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan keuangannya untuk bisa merangsang pertumbuhan industri halal;
- Strategic Investments, Connecting Partners, Creating Business : Ekonomi Halal tumbuh progresif dan industri halal memperluas peluang dan potensi baru. Oleh karena itu, Hub Halal harus meliputi penyediaan infrastruktur dan ekosistem yang ideal, penelitian dan teknologi serta transformasi inovatif.
- E-Commerce & Halal : Dengan komponen beragam mulai dari Farmasi, Fashion, Kosmetik & Kecantikan, Makanan & Minuman, serta Perbankan & Jasa Keuangan, E-Commerce telah berhasil melayani konsumen dan pemain industri. Informasi halal kini menjadi lebih mudah diakses oleh konsumen dan masyarakat umum yang ingin tahu lebih banyak tentang integritas produk atau jasa.
- Talents Today, Leaders Tomorrow : Industri Halal perlu memiliki sistem yang mampu menyiapkan talenta yang baik dalam aspek teknis Halal serta aspek Syariah Halal, mampu mengintegrasikan konsep Supply Chain System Halal dan inovatif.
- Integritas merupakan salah satu komponen paling penting dalam pelaksanaan industri halal. Integritas jaminan halal melalui traceability yang sensitive, autentikasi yang valid dan reliable, serta open akses informasi kepada para konsumen untuk menghindari fraud dalam labelasasi halal.
- Kerajaan Malaysia telah membentuk Dewan Halal Malaysia, ini menunjukkan komitmen Malaysia untuk menjadi pemimpin Halal global melalui koordinasi yang lebih baik dalam pengembangan industri Halal.
Perkembangan Halal Dunia terkini :
- Australia dan Brazil telah membangun seluruh industri berbasis makanan untuk menjadikan mereka menjadi salah satu pemasok makanan halal ke pasar Timur Tengah.
- Jepang dengan agresif memperkenalkan dan juga memperluas ekspor produk dan jasa halal untuk pasar Muslim. Peningkatan minat wisata muslim juga mendorong Jepang berusaha mencari sertifikat halal untuk produk-produk mereka.
- Pemerintah Tiongkok akan membuka sejumlah kawasan industri yang khusus memproduksi produk-produk halal untuk konsumsi domestik dan mancanegara. Asosiasi Islam Cina (China Islamic Association/CIA) mendorong pemerintah untuk membuat panduan bagi para eksportir produk-produk halal di Tiongkok, sebelum memasuki pasar global, khususnya negara-negara Islam.
- Total perusahaan Korea yang memiliki sertifikat halal per akhir tahun 2015 ada 167 perusahaan dengan 501 produk yang meliputi makanan, minuman, pewarna pakaian hingga aksesoris.
Acara 13th Malaysia International Halal Showcase (MIHAS), diselenggarakan pada 30 Maret hingga 2 April 2016, menampilkan beragam produk dan layanan halal 543 perusahaan dari 29 negara. Sebanyak 50 perusahaan berasal dari Indonesia yang didukung oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Dinas Perindustrian dan Koperasi Kota Bandung serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kepulauan Riau.
Sementara itu, 54 lembaga sertifikasi halal dari 32 negara telah berkumpul di 7th JAKIM International Halal Certification Bodies Convention 2016. Acara tahunan menyediakan platform bagi lembaga-lembaga ini untuk membuat pertukaran pada topik yang berkaitan dengan isu-isu sertifikasi halal seperti pelaksanaan halal sistem jaminan kualitas antara industri makanan di Malaysia, serta isu-isu etis yang mempengaruhi badan sertifikasi.
Desiminasi Kajian Industri Kepelabuhanan
Kajian Industri Kepelabuhanan sudah dilakukan mulai tahun 2015 melewati tahapan diskusi akademik, FGD stakeholders di 4 daerah, dan laporan deskriptif. Tujuan desiminasi ini adalah diharapkan adanya impact balik dari K/L terkait serta perbaikan hasil kajian. Terdapat keluhan kinerja pelabuhan dalam berbagai hal, yaitu : (1) biaya logistik 27% dari PDB; (2) quality of port infrastructure #82 (140) as Global Competitiveness Report 2015-2016, dan (3) dwelling time 6 hari (World Bank, 2015) (perbarui data terakhir 3,6 hari);
Terdapat 2155 pelabuhan dan terminal (1.241 pelabuhan umum dan 914 terminal khusus; diantaranya 111 pelabuhan komersil dan 1130 pelabuhan non komersil, yang secara komersil dikuasai oleh Pelindo I, II, III, dan IV). Ditengarai terdapat potensi pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yaitu : (1) regulasi yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha (salah satunya PP 64 Tahun 2015); (2) struktur pelabuhan yang belum ada persaingan interport dan intraport; (3) tidak harmonisnya regulasi dan pengawasan pemerintah; serta (4) tidak kondusif dan belum kompetitifnya tarif di pelabuhan.
Rekomendasi kajian adalah perlu melakukan : (1) competiton strategy pada struktural dan regulatory; (2) evaluasi regulasi penyebab entry barrier; (3) audit aset pelabuhan untuk mempermudah proses pemberian konsesi pada BUP (Badan Usaha Pelabuhan); (4) harmonisasi peraturan terkait pengusahaan bongkar muat; dan (5) revitalisasi peran otoritas pelabuhan / KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan).
Poin Penting :
- Perbandingan dwelling time dengan pelabuhan di Malaysia atau Thailand bukan dengan pelabuhan Singapura (tranship port);
- Dibutuhkan Blue Print dari UU 17 Tahun 2008 untuk memperkuat kajian persaingan usaha;
- Dominansi Pelindo di pelabuhan merupakan amanat UU sebelumnya sebagai operator dan regulator dalam rangka efisiensi dan efektifitas. Namun demikian setelah UU 17 Tahun 2008, perubahan amanat dalam rangka pemisahan operator dan regulator belum berjalan;
- Perubahan PP 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan ke PP 64 Tahun 2015 adalah atas perintah Presiden dalam Rapat Terbatas. Perubahan tersebut dilakukan dalam rangka mempercepat pembangunan infrastruktur di pelabuhan dapat dilakukan melalui penunjukan langsung;
- Pasal 50 dan 51 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait dengan pengecualian adalah karena national interest dan monopoly by law. Hal tersebut sah-sah saja bagi Pelindo sebagai BUMN. Namun demikian, menjadi salah apabila BUMN sebagai pelaku usaha melakukan penyalahgunaan atau melebihi wewenang dan merugikan;
Sidang Komite Technical Barriers to Trade (TBT) tanggal 3-6 November 2015 di WTO, Jenewa
Sidang reguler Komite Technical Barriers to Trade (TBT) WTO telah diselenggarakan di Jenewa, Swiss, pada tanggal 5-6 November 2015 di WTO, yang didahului dengan Thematic Session tanggal 3 November 2015, dan Perayaan Ulang Tahun Persetujuan TBT ke-20 pada tanggal 4 November 2015.
Perjanjian TBT adalah satu perjanjian di bawah payung WTO yang bertujuan agar standar, regulasi teknis, dan prosedur kesesuaian tidak menjadi hambatan yang tidak diperlukan dalam perdagangan. Perjanjian TBT WTO adalah salah satu kesepakatan dalam GATT Agreement 1994 yang mengatur ketentuan non-tarif (non-tariff measure). Perjanjian ini dibuat mengingat pentingnya peran standar internasional dan prosedur penilaian kesesuaian dalam meningkatkan efisiensi produksi dan memfasilitasi pelaksanaan perdagangan internasional.
Isu-isu Specific Trade Concern (STC) yang menjadi kepentingan Indonesia antara lain :
- Review Peraturan Pelaksana Pemberlakuan SNI Mainan anak secara wajib agar efektif dan efisien terkait persyaratan laboratorium yang diakreditasi, frekuensi pengujian, perbedaan metode sampling antara produk lokal dan impor, persyaratan batas formaldehyde dan dokumen.
- Penundaan pencantuman informasi Gula Garam Lemak dan pesan kesehatan pada Produk Pangan Cepat Saji sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2015 menjadi 4 tahun setelah regulasi tersebut ditetapkan (berlaku efektif tahun 2019).
- Sedang disusun peraturan turunan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, seperti skema akreditasi dan sertifikasi halal.
- Proses sertifikasi dan penggunaan kandungan lokal pada Produk 4G LTE telah diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo No.27 tahun 2015 Tentang Persyaratan Teknis Alat atau Perangkat Telekomunikasi Berbasis Standar Teknologi Long Term Evolution.
- Indonesia meminta agar Singapura menunda rencana untuk menerapkan kebijakan Plain Packaging for Tobacco Products sampai proses sengketa di WTO, karena kebijakan tersebut berpotensi melanggar Perjanjian TBT dan TRIPS.
Pertemuan Bilateral :
- Peraturan label pada produk yang mengandung minyak sawit, khususnya pada penyusunan draft amandemen regulasi Safety and Dairy Product oleh Rusia khususnya pada olahan yang mengandung minyak sawit.
- Kandungan Anthraquinone pada produk teh yang diekspor ke Uni Eropa dan peraturan terkait mainan anak, sertifikasi pangan organik, minuman beralkohol, kategori produk, standar halal, dan pemberlakuan halal menjadi peraturan teknis.
- Konfirmasi Jepang mengenai peraturan baja dan berbagai regulasi teknis standar oleh BSN.
- Kesulitan ekspor kayu yang bersertifikasi oleh Kanada sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 63/M-DAG/PER/8/2015 yang telah dinotifikasi oleh Komite Import Licensing agar peraturan tersebut juga dinotifikasi melalui Komite TBT.
- Hal-hal yang dibahas dengan Amerika Serikat adalah terkait produk halal, produk 4G LTE, mainan anak, minuman beralkohol, dan pencantuman informasi Gula Garam Lemak dan pesan kesehatan.
Penerapan Standardisasi dan GRP BSN
Sebagaimana diketahui, Indonesia menjadi anggota WTO pada 1 Januari 1995 sejak meratifikasi UU. No 7 Tahun 1994 tentang Pembentukan dan Pengesahan Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO. Konsekuensi sejak diratifikasinya UU tersebut Indonesia terikat dengan 12 Perjanjian yang ada dalam WTO salah satunya adalah Technical Barrier Barrier to Trade yang mengatur tentang Standar, Regulasi Teknis dan Penilaian Kesesuaian.
Salah satu amanah dalam Perjanjian TBT yaitu regulasi teknis mengarahkan agar regulasi teknis yang disusun, diterapkan harus memperhatikan kaidah-kaidah internasional antara lain mengacu kepada standar, penilaian kesesuaian serta referensi internasional yang telah disepakati Pemerintah. Selain itu, regulasi teknis juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang ada dalam Perjanjian TBT WTO yaitu, non diskriminasi, harmonisasi, ekuivalensi, MRA serta transparansi.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah secara resmi ditunjuk sebagai Enquiry Point (EP) dan Notification Body (NB) untuk penerapan Perjanjian Technical Barrier to Trade (TBT) WTO di Indonesia. Fungsi BSN sebagai EP dan NB adalah menyampaikan notifikasi rancangan/peraturan teknis Indonesia ke WTO, menanggapi notifikasi dari anggota WTO serta mempersiapkan dan mengkoordinasikan posisi Indonesia bersama para pemangku kepentingan terkait untuk isu maupun hambatan teknis lainnya.
Transparansi merupakan hal yang penting, penerapan prinsip transparansi akan memberikan arah kebijakan yang jelas bagi semua pihak termasuk pemerintah maupun dunia usaha. Dengan adanya prinsip transparansi, dunia usaha dapat memprediksi kebijakan yang berlaku di suatu negara maupun sebaliknya. Penyusunan regulasi teknis dengan memperhatikan ketentuan tersebut dapat pula mengurangi hambatan teknis dalam perdagangan (unnecessary obstacle to trade), kepastian usaha, iklim investasi yang kondusif serta mengurangi perpanjangan rantai birokrasi.
Isu Deregulasi dan Debirokratisasi yang merupakan concern Pemerintah sekarang ini, juga terjadi di beberapa negara maju dan berkembang. Negara berkembang seperti Korea telah menerapkan Good Regulatory Practices dan hasil penerapan tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan bagi Pemerintah, dimana saat itu Korea memangkas hampir 80% regulasi yang diterapkan oleh Pemerintahnya. Penerapan GRP diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang berkualitas baik, jelas, konsisten dengan kebijakan lain, mengurangi biaya yang tidak diperlukan, kompatibel dengan akses pasar dan lain-lain.
Di level internasional, isu GRP telah dibahas dalam forum-forum seperti WTO melalui komite TBT, APEC melalui Sub Committtee Standard and Conformance, ASEAN melalui ACCSQ serta fora bilateral lainnya. Eksistensi BSN sebagai focal point TBT WTO di Indonesia dan APEC SCSC diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada Regulator/Lembaga terkait bagaimana menerapkan GRP sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah disebutkan tersebut.
Deregulasi dan debirokratisasi oleh Pemerintah saat ini, salah satu contoh dalam penerapan standar dan penilaian kesesuaian di Indonesia,regulasi teknis yang menghambat perdagangan dengan anggota lain harus diminimalisasi untuk mendorong penguatan ekonomi Indonesia serta memperlancar pembangunan Indonesia menuju yang lebih baik. 70 Tahun Indonesia merdeka harus diperkuat dengan Good Governance yang lebih baik.
Transparansi merupakan hal yang penting, penerapan prinsip transparansi akan memberikan arah kebijakan yang jelas bagi semua pihak termasuk pemerintah maupun dunia usaha. Dengan adanya prinsip transparansi, dunia usaha dapat memprediksi kebijakan yang berlaku di suatu negara maupun sebaliknya. Penyusunan regulasi teknis dengan memperhatikan ketentuan tersebut dapat pula mengurangi hambatan teknis dalam perdagangan (unnecessary obstacle to trade), kepastian usaha, iklim investasi yang kondusif serta mengurangi perpanjangan rantai birokrasi.
Isu Deregulasi dan Debirokratisasi yang merupakan concern Pemerintah sekarang ini, juga terjadi di beberapa negara maju dan berkembang. Negara berkembang seperti Korea telah menerapkan Good Regulatory Practices dan hasil penerapan tersebut memberikan dampak yang cukup signifikan bagi Pemerintah, dimana saat itu Korea memangkas hampir 80% regulasi yang diterapkan oleh Pemerintahnya. Penerapan GRP diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang berkualitas baik, jelas, konsisten dengan kebijakan lain, mengurangi biaya yang tidak diperlukan, kompatibel dengan akses pasar dan lain-lain.
Di level internasional, isu GRP telah dibahas dalam forum-forum seperti WTO melalui komite TBT, APEC melalui Sub Committtee Standard and Conformance, ASEAN melalui ACCSQ serta fora bilateral lainnya. Eksistensi BSN sebagai focal point TBT WTO di Indonesia dan APEC SCSC diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada Regulator/Lembaga terkait bagaimana menerapkan GRP sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah disebutkan tersebut.
Deregulasi dan debirokratisasi oleh Pemerintah saat ini, salah satu contoh dalam penerapan standar dan penilaian kesesuaian di Indonesia,regulasi teknis yang menghambat perdagangan dengan anggota lain harus diminimalisasi untuk mendorong penguatan ekonomi Indonesia serta memperlancar pembangunan Indonesia menuju yang lebih baik. 70 Tahun Indonesia merdeka harus diperkuat dengan Good Governance yang lebih baik.
Langganan:
Postingan (Atom)